.....selamat datang di blog surnanto, semoga bermanfaat.....

Minggu, 02 November 2014

Perkembangan Islam di Turki


REVIEW BUKU

Tinjauan Buku
Pembaharuan Dalam Islam “sejarah pemikiran dan gerakan”
Penulis: Prof. Dr. Harun Nasution
Jakarta: Bulan Bintang
216 halaman + 21 cm + bibliografi

PERKEMBANGAN ISLAM MODERN DI TURKI
Buku ini membahas tentang pemikiran dan gerakan pembaharuan dalam Islam, yang timbul di zaman yang lazim disebut Periode Modern dalam sejarah Islam. Pembahasannya mencakup atas pembaharuan yang terjadi di tiga negara islam, yaitu Mesir, Turki, dan India-Pakistan.
Pada awal abad ke 19, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, mulai memasuki dunia Islam. Periode ini, dalam sejarah Islam dipandang sebagai awal permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selajutnya, membawa ide-ide baru ke dunia Islam, seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini, menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan ideologi baru tersebut.
Pemikiran dan gerakan-gerakanpun Islam pun bermunculan dari berbagai perjuru dunia bertujuan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang terus berkembang. Khalifah-khalifah dinasti Turki Ustmani salah satunya, dengan berbasik negara Islam, Turki Utsmani terus mengikuti alur zaman dengan melakukan pembaharuan-pembaharuan Islam seperti Sultan Mahmud II, Tanzimat, Utsmani Muda, dan Turki Muda. Dimana gerakan-gerakan tersebut membawa pengaruh pembaharuan dari berbagi aspek.

A. Sultan Mahmud II
Pembaharuan di Kerajaan Usmani abad 19, sama halnya dengan pembaharuan di Mesir, juga dipelopori oleh raja atau sultan. Kalau di Mesir Muhammad Ali Pashalah, orang yang mempelopori pembeharuan, di Kerajaan Turki Usmani yang menjadi pelopor pembaharuan adalah Sultan Mahmud II.
Mahmud lahir pada tahun 1785 M dan mempunyai didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 M dan meninggal di tahun 1839 M.
Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar. Peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812 M dan kekuasaan otonomi daerah akhirnya dapat ia perkecil kecuali kekuasaan Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa.
Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya. Sebagai Sultan-Sultan lain, hal pertama yang menarik perhatiannya ialah pembaharuan di wilayah militer.
Di tahun 1826, ia membentuk suatu korp tentara baru yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasya dari Mesir. Dijelaskan juga oleh Prof. Dr. Hamka, bahwa sultan memilih Muhammad Ali Pasya sebagai pelatih angkatan Korpnya tersebut, karena ia melihat bahwa tentara Mesir di bawah pimpinannya jauh lebih teratur dan ia juga memiliki pengetahuan militer dari berkas-berkas opsir Prancis yang tinggal di Mesir sesudah Napoleon buat melatih tentaranya.
Perwira-perwira tinggi Yeniseri menyetujui pembentukan korp baru itu, tetapi perwira-perwira bawahan mengambil sikap menolak. Beberapa hari sebelum korp baru itu mengadakan parade, Yeniseri berontak. Dengan mendapat restu dari Mufti Kerajaan Usmani, Sultan memberi perintah untuk mengepung Yeniseri yang sedang berontak dan memukuli garnisun mereka dengan meriam.
Pertumpahan darah terjadi dan lebih kurang seribu Yeniseri mati terbunuh. Tempat-tempat mereka selalu berkumpul dihancurkan penyokong-penyokong mereka dari golongan sipil ditangkapi. Tarekat Bektasyi, sebagai tarekat yang banyak mempunyai anggotanya dari kalangan Yeniseri dibubarkan. Kemudian Yeniseri sendiri di hapuskan. Dengan hilangnya Yeniseri, golongan ulama yang anti pembaharuan, juga sudah lemah kekuatannya.
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat dan kebiasaan lama. Sultan-Sultan sebelumnya menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu mereka selalu mengasingka diri dan menyerahkan soal mengurus rakyat kepada bawahan-bawahan.
Tradisi aristokrasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai Menteri pembesar-pembasar lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang. Rakyat biasa ia anjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya dengan dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status sosial yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional.
Sulatan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam organisasi pemerintah Kerajaan Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau duniawi dan kekuasaan spiritual atau rohani. Dengan demikian sultan Usmani memiliki dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam. Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi, Sadrazam untuk urusan pemerintah dan Syaikh Al-Islam untuk urusan agama. Keduanya tak mempunyai suara dalam soal pemerintah dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Sulata Mahmud II-lah yang pertama kali di Kerajaan Usmani yang dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh syari’at dan urusan dunia di atur oleh hukum bukan syari’at yang dalam masa selanjutnya membawa kepada adanya hukum sekuler di samping hukum syari’at.
Perubahan penting yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kerajaan Usmani adalah perubahan dalam bidang pendidikan. Sebagai halnya dunia Islam lain zaman itu, madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Usmani. Di madrasah hanya di ajarkan agama. Pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad sebilan belas.
Mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum ke dalamnya, sebagai halnya dunia Islam lain pada waktu itu, memang sulit. Madrasah tradisional tetap berjalan tetapi di sampingnya  Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum, Mekteb-i Ma’rif (sekolah pengetahuan umum) dan Makteb-i Ulum-u Edebiye (sekolah sastra). Siswa dari kedua sekolah ini dipilih dari lulusan madrasah yang bermutu tinggi. Tidak lama sesudah itu Sultan Mahmud II mendirikan pula Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran, dan Sekolah Pembedahan.

B. TANZIMAT
Pembaharuan yang diadakan sebagai lanjutan dari usaha-usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II dikenal dengan nama Tanzimat. Tanzimat berasal dari bahas Arab dan mengandung arti mengatur, menyusun dan memperbaiki, dan di zaman itu memang banyak di adakan peraturan dan undang-undang baru.
Pemuka utama dari pembaharuan pada zaman ini adalah Mustafa Rasyid Pasya. Ia lahir di Istambul di tahun 1800 M dan pada mulanya mempunyai didikan madrasah. Kemudian ia menjadi pegawai Pemerintah, meningkat-ningkat dalam kedudukan di tahu 1834 M dikirim sebagi duta besar ke Paris. Di kota ini dia dapat menguasai bahasa Perancis dan berkenalan dengan ide-ide baru yang dilahirkan Revolusi Perancis. Selain dari Perancis ia juga menjadi Duta Besar Kerajaan Usmani di beberapa negara lain. Kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri di tahun 1839 dan selanjutnya Perdana Menteri.
Seorang pemuka Tnzimat lain yang pemikirannya lebih banyak diketahui adalah Mehmed Sadik Rifat Pasya (1807M-1856M). Setelah selesai dari pendidikan madrasah ia melanjutkan pelajaran di Sekolah Sastra, yang khusus diadakan untuk calon-calon pegawai Istana. Ia cepat meningkat dalam jabatan-jabatan yang dipegangnya. Di tahun 1834 M, ia diangkat menjadi pembantu Menteri Luar Negeri. Tiga tahun kemudian ia dikirim sebagai Duta Besar ke Wina. Kemudian ia menjadi Menteri Luar Negeri, dan selanjutnya Menteri Keuangan. Untuk pelaksanaan Pembaharuan diadakan oleh Dewan Tanzimat, dan ia pernah menjadi ketua Dewan Tanzimat.
Pokok-pokok pemikiran yang dimajukan Sadik Rifat diantaranya adalah, peradaban dan kemajuan modern Barat dapat diwujudkan karena adanya suasana damai dan hubungan baik antara negara-negara Eropa. Kemakmuran suatu negara bergantung pada kemakmuran rakyat, dan kemakmuran rakyat dapat diperoleh dengan menghilangkan pemerintah absolut.
Pemikiran Sadik Rifat sejalan dengan pemikiran Mustafa Rasyid Pasya, yang pada waktu itu mempunyai kedudukan sabagai Menteri Luar Negeri. Atas pengeruhnya berhasillah langkah pertama dalam pengadaan undang-undang dan peraturan sebagai yang dimaksud Sadik Rifat. Di tahun 1839 M, Abdul Majid, Sultan yang menggantika Mahmud II, mengeluarkan Hatt-i Syerif Gulhane (Piagam Gulhane).
Piagam itu menjelaskan bahwa pada masa permulaan Kerajaan Usmani syari’at dan undang-undang negara dipatuhi dan oleh karena itu Kerajaan menjadi besar serta kuat dan rakyat hidup dalam kemakmuran. Tetapi pada masa seratus lima puluh tahun terakhir syari’at dan undang-undang tidak diperhatikan lagi, dan sebagai akibatnya kemakmuran rakyat hilang untuk digantikan oleh kemiskinan dan kebesaran negara lenyap untuk ditukar oleh kelemahan.
Oleh karena itu perlu diadakan perubahan-perubahan yang akan membawa pada pemerintahan yang baik. Dasar-dasar untuk perubahan itu adalah: (1) terjaminnya ketentraman hidup, harta dan kehormatan warga negara, (2) peraturan mengenai pemungutan pajak, (3) peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas militer.
Selanjutnya dijelaskan bahwa orang tertuduh akan diadili secara terbuka dan sebelum ada pengadilan pelaksanaan hukuman mati dengan racun atau jalan lain tidak diperbolehkan. Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang juga tidak lagi diperkenankan. Hak milik terhadap harta dijamin dan tiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya. Ahli waris dari yang kena hukum pidana tidak boleh dicabut haknya untuk mewarisi dan demikian pula harta yang kena hukum pidana tidak boleh disita.
Atas dasar piagam ini terjadilah pembaharuan-pembaharuan pada berbagai institusi kemasyarakatan Kerajaan Usmani. Salah satunya adalah pembaharuan dalam bidang hukum. Dewan Hukum (Meclis-i Ahkam-i Adliye), yang dibentuk oleh Sultan Mahmud II diperbanyak anggotanya dan diberi kekuasaan membuat undang-undang. Di tahun 1840 M keluarlah hukum pidana baru dan di tahun 1850 hukum dagang baru. Di tahun 1847 M didirikan mahkamah-mahkamah baruuntuk urusan pidana dan sipil.
Pembaharuan dalam lapangan keuangan diadakan dengan mendirikan Bank Usmani di tahun 1840 M. Mata uang lama ditarik dari peredaran untuk diganti dengan mata uang baru dengan memakai sistem desimal. Pendidikan dilepaskan dari kekuasaan kaum ulama dan diserahkan kepada Kementerian Pendidikan yang dibentuk pada tahun 1847 M. Di samping pembangunan sekolah-sekolah menengah, direncanakan pula pembentukan Universitas, tetapi tidak berhasil. Bagaimanapun sistem pendidikan menengah Barat telah mulai memasuki masyarakat Kerajaan Usmani abad kesembilan belas.
Pada tahun 1856 M diumumkan lagi suatu piagam baru, Hatt-i Humayun, yang lebih banyak mengandung pembaharuan terhadap kedudukan orang Eropa yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani. Dalam pendahuluan Piagam ini disebut bahwa tujuannya adalah memperkuat jaminan-jaminan yang tercantum dalam Piagam Gulhane. Selanjutnya disebut bahwa masyarakat Kristen dan bukan Islam lainnya diperbolehkan mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang mereka perlukan dan mendirikan rumah-rumah peribadatan masing-masing, sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit, dan tanah-tanah pemakaman. Semua perbedaan yang ditimbulkan oleh perbedaan agama, bahasa, dan perbedaan bangsa dihapuskan.
Selanjutnya di tahun 1867 M dikeluarkan undang-undang yang memberi hak kepada orang asing untuk memiliki tanah di Kerajaan Usmani. Di tahun itu juga didirikan Mahkamah Agung.
Kedua piagam yang menjadi dasar pembaharuan Tanzimat mengandung paham sekularisme dan dengan demikian membawa sekularisasi dalam berbagai institusi kemasyarakatan. Sikap otoriter yang dipakai Sultan dan Menteri-Menterinya dalam melaksanakan pembaharuan Tanzimat juga mendapat kritik keras.

C. Usmani Muda
Zaman Tanzimat berakhir dengan wafatnya Ali Pasya di tahun 1871 M. Sebagai Perdana Menteri, Ali Pasya tidak menentang kekuasaan absolut Sultan Abdul Aziz (1861M-1876M) malahan turut menindas pemikiran bebas. Tidak mengherankan kalau antara pemuka-pemuka Usmani Muda dan Ali Pasya serta Fuad Pasya terdapat rasa permusuhan, sungguh pun kesemua mereka sebenarnya adalah murid-murid dari Mustafa Rasyid Pasya.
Usmani Muda pada asalnya merupakan perkumpulan rahasia yang didirikan di tahun 1865 M dengan tujuan untuk merobah pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional. Setelah rahasia terbuka pemuka-pemuka nya lari ke Eropa ditahun 1867 M dan disanalah gerakan mereka memperoleh nama Usmani Muda. Sebabagian dari mereka kembali ke Istambul setelah Ali Pasyah tidak ada lagi.
Setelah satu pemikir Usmani Muda  adalah Ziya Pasya (1825M-1880M) anak seorang pegawe kantor cukai di Istambul. Setelah menyelsaikan pelajaran pada sekolah Suleymaniye yang didirikan Sultan Mahmud II ia diangkat menjadi pegawai pemerintah selagi berusia muda. Atas usaha Mustafa Rasyid Pasya  Ia padatahun 1854 di terima menjadi salah satu sekretaris Sultan untuk keperluan tugas baru ini ia mulai mempelajari bahasa prancis, sehingga ia dapat menguasainya dan dapat memterjemah kan buku-buku prancis kedalam bahasa Turki.permusuhannya dengan Ali Pasya membuat ia terpaksa pergi ke Eropa di tahun 1867 dan tinggal disana selama lima tahun.
Agar dapat digolongkan dalam kumpulan negara-negara yang maju, kerajaan usmani demikian pendapatanya, harus memakai sistem pemerintahan konstitusional. Negara Eropa maju karena disana tidak dapat lagi pemarintahan absolute kecuali di rusia. Bahkan rusiapun telah mengarah kepada pemerintahan konstitusional. Karena Kerajaan Usmani dipandang masuk dalam keluarga negara-negara Eropa, tidaklah pada tempatnya kalu kerajaan Usmani mempunyai sistem pemerintahan lain dengan seluruh Eropa.
Dalam sistem pemeritahan konstitusional harus ada Dewan perwakilan rakyat, dengan adanya dewan serupa ini oleh pihak istana ditakuti akan menghancurkan kekuasaan Sultan. Zia memajukan hadis perbedaan pendapat dikalangan umatku merupakan rahmat dari tuhan sebagai alesan untuk perlu adanya dewan perwakilan rakyat, dimana perbedaan pendapat itu ditampung dan di kritik terhadap pemerintah dimajukan untuk kepentingan umamat seluruhnya.
Dalam mengadakan pembeharuan, Zia tidak setuju dengan pendirian meniru Barat dalam segala-galanya. Sebagi orang yang kuat berjiwa islam, ia menentang pendapat yang telah mulai banyak tersiar diwaktu itu, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Islam merupakan penghalang bagi kemajuan pemikir terkemuka dari Usmani Muda adalah Namik Kemal (1840M-1888M). Ia berasal dari golongan atas dan oleh karena itu orang tuanya sanggup menyediakan pendidikan khusus baginya dirumah. Di samping pelajaran bahsa Arab dan Persia. Kepadanya di berikan pula pelajaran bahasa prancis. Dalam umur belasan tahun ia diangkat menjadi pegawai di kantor penerjemah dan kemudian di pindahkan menjadi pegawai di Istana Sultan.
Namik kemal merupakan pimpinan tasvir-I Efkar. Tulisanya dianggap terlalu berbahaya, setelah jatuhnya sultan Abdul Aziz pada tahun 1876 M. Sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran kerajaan Usmani, menurut pendapatnya, terletak pada keadaan ekonomi dan politik yang tidak beres, jalan pertama yang harus di tempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi dan politik itu ialah perubahan sisitem perubahan sisitem pemerintahan absolute menjadi pemeritahan konstitusional. Betul telah ada piagam Gulhane dan piagam Humayun. Tetapi keduanya piagam itu belum merupakan konstitusi yang di dalamnya terdapat pemisahan antara kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif.
Berbicara tentang politik, Namik Kamal berpendapat bahwa rakyat, sebagai warganegara, memuyai hak-hak politik yang harus di hormati dan di lindungi negara. Negara kedaulatan terketak di tangan rakyat seluruhnya, dan tidak di tangan lainya, di atas kedaulatan rakyat, tidak ada kedaulatan manusiawi yang lebih tinggi.
Negara yang baik adalah negara yang memakai kedaulatan rakyat sebagai fondasi dan disamping itu juga menjamin tidak di langgarnya hak-hak rakyat, pelaksanaan kedaulatan tidak mungkin dijalankan oleh rakyat seluruhnya dan oleh karena itu perlulah adanya sistem perwakilan. Wakil-wakil itulah yang di pilih itu lah yang akan memegang kedaulatan rakyat pemilihan dapat dilakukan melalui berbagai jalan.
Yang di kehendaki Namik Kamal adalah pemerintahan demokrasi dan pemerintahan serupa ini menurut pendapatnya ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Negara Islam yang di bentuk dan di pimpin oleh empat khalifah besar, sebenarnya mempunyai corak Demokrasi, sisitem bai’ah yang dapat dalam dalam pemerintahan Khalifah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat. Melalui bai’ah  rakyat menyatakan persetujuan mereka atas pengangkatan Khalifah yang baru. Dengan demikian bai’ah  merupakan kontrak sosial pula dan kontrak yang terjadi antara rakyat dan Khalifah itu dapat di batalkan jika Khalifah mengabaikan kewajibannya sebagai kepala Negara.
Dalam menggurus negara, khalifah selanjutnya tidak boleh melanggar syar’at, dengan demikian syari’at sebenarnya merupakan konstitusi yang harus di patuhi oleh kepala negara lebih lanjut lagi, musyawarat adalah dasar penting dalam soal pemerintahan dalam Islam. Sistem musyawarat ini memperkuat corak demokrasi pemerintah Islam pembuat hukum dalam Islam ialah dalam kaum ulamak dan melaksanakan hukum adalah perintah. Dengan demikian dalam Islam sebenarnya terdapat pemisahan antara kekuasaan legislatif  dan kekuasaan eksekutif.
Dengan membawa argument-argumen seperti di atas, Namik Kamal berpendapat bahwa sistem pemerintah konstitusional tidaklah merupakan bid’ah dalam Islam. Pemasukan sistem itu kedalam tubuh pemerintah kerajaan Usmani masa lampau, jika di lepaskan dari sifat Otokrasinya, adalah pemerintahan yang sah,yang di dalamnya kaum ulama memang kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif di pegang oleh sultan dan para mentri sedangkan kekuatan kontrol terletak di tangan Yeniseri sebagai angkatan atau rakyat bersenjata.
Setelah mengadakan perbandingan antra konstitusi Prancis, Inggris dan Amerika, Namik Kemal lebih cenderung untuk mengambil konstitusi Prancis sebagai model yang akan dipakai dalam menyusun konstitusi Kerajaan Usmani. Selanjutnya ia menganjurkan supaya dibentuk tiga majelis dalam pemerintahan  (Sura-yi Ummet)  dan senat (meclis-i ayan), majlis negara mempunyai tugas merancang undang-undang dan majlis Nasional membuat Undang-undang atas dasar rencana yang dimajukan oleh majlis negara. Adapun senat, tugasnya ialah untuk menjadi pengantar antar kekuasaan legislative dan kekuasaan eksekutif dengan berpedoman Undang-undang dasar dan prinsip kebebasan rakyat. Di samping itu senat juga mempunyai tugas untuk mengesahkan segala undang-undang yang dibuat oleh majlis nasional.
Di antara ide-ide lain yang dibawah Namik kemal terdapat ide cinta tanah air. Tanah air yang dimaksud ahli fikir itu, belum lah tanh air Turki, tetapi tetapi seluruh kerajaan Usman. Septanah artinya tidak sempit. Sebagai orang yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat perlunya di adakan persatuaan seluruh umat Islam di bawah pimpinan Kerajan Usmani, sebagai negara Islam yang ter besar dan terkuat waktu itu, persatuan itu mengambil bentuk pan- Isalam dan tujuannya ialah untuk sama-sama mempelajari dan memnyesuaikan peradaban modern dengan ajaran-ajaran islam untuk selanjutnya disiarkan diseluruh Asia dan Afrika.
Ide- ide yag di majukan Namik Kamal seperti tersebutdi ataslah yang menjadi pedoman bagi peyusunan Undang-undang dasar 1876 dari Kerajaan Usmani. Orang kuat dari kalangan pemerintah yang berdiri di belakang pengadaan konstitusi itu adal Midhat Pasya (1822M-1883M), anak seorang hakim agama. Dalam usia belasan tahun ia menjadi pegawai di biro perdana mentri. Di tahun 1858 M ia di beri cuti untuk berkunjung selama enam bulan ke Eropa. Kemudian ia diangkat bebrapa sebagai Gubernur di berbagai daerah. Dalam jabatan ini menjunjukkan kecakapan luar biasa di tahun 1872 M ia diangkat oleh sultan Bdul Aziz menjadi perdana Mentri, tetapi karena selalu bentrokan dengan kekuasaan absolut sultan, ia di berentikan beberapa bulan kemudian
Dalam pada itu keadaan ekonomi negara bertambah memburuk, demontrasi dan huru-hara terjadi dan akhirnya pada tanggal 30 mei 1876 M, sultan Abdul Aziz, di jatuhkan atas dasar fatwa yang di keluarkan Syeikh Al-Islam kerajaan Usamani. golongan Usmani Muda. Namik Kemal di panggil kembali dari pembuangan dan beberapa pemuka Usmani di angkat menjadi Mentri, Midhat Pasya juga mendapat ke dudukan sebagi Menteri.
Sultan Murad V, sebelum memegang jabatan beberapa dalam pengasingan. Ia diasingkan oleh Abdul Aziz setelah rahasia hubungan dengan Usmani Muda terbuka. Hidup dalam pengasingan itu membuat mentalnya lemah. Beban pekerjaan sultan yang harus di pikulnya membuat jiwanya bertambah lemah dan beberapa bulan menjadi sultan, ia terpaksa dijatuhkan dari kekuasaannya dengan alas an sakit mental.
Sebagai ganti di calonkan oleh saudaranya Abdul Hamid, Midhat Pasya telah berjumpa dengan Abdul Hamid dan berhasil memper oleh janji akan menyokong usaha Usman Muda untuk mengadakan Konstitusi bagi Kerajaan Usmani. Pada tanggal 31 Agustus 1876 M, Abdul Hamid di nobatkan sebagi Sultan dan tiga bulan, kemudian Midhat Pasya diangkat menjadi perdana Mentri.
Dalam pengadaan konstitusiantara sultan Abdul Hamid dan Usmani tidak terdapat perbedaan faham, perselisihan faham timbul tentang hak-hak dan kekuasaan sultan, hak-hak kekuasaan pemerintah dan hak-hak serta kekuasaan parlemen Abdul Hamid, sebagai sultan, sudah barang tertentu mempertahankan hak-hak serta kekuasaan sultan dan pemerintah sebanyak mungkin, sedangkan Midhat Pasya dan Usmani Muda berusaha memperkecil hak-hak kekuasaan badan Eksekutif dan memberikan hak-hak serta kekuasan yang luas kepada badan legis latif.
Tentang terhadap pengadaan konstitusi datang pula dari pihak Syaikh Al-Islam dan .pembesar Islam. Menurut mereka rakyat kerajaan Usmani belum matang untuk menerima sistem pemerintahan kostitusi. Rakyat masih dalam ke kelapan belum mempunyai pendidikan yang cukup untuk dapat mempergunakan kebebasan, akan menimbulkan anarki. Bagaimana rakyat yang masih bodoh, demikian Syaikh Al-Islam bertanya. Dapat di bawa musyawarat ? kerajaan Usmani bias diatur hanya menurut syari’at.
Keberatanselanjutnya mereka hadapkan kepada akan turutnya orang-orang bukan islam menjadi anggota yang tida beragama Islam akan membawa pada adanya undang-undang yang bertentangan dengan syari’at, oleh karena itu, sistem pemerintahan kostitusional, demikian kata mereka, tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ajaran Islam.
Dalam pada itu, golongan Usmani Muda, karena masih terkait pada faham-faham kenegaraan sebagai yang terdapat dalam Islam, memakai trem-trem Islam dalam menggambarkan faham-faham kenegaran Barat, Trem musyawarah, umpamanya, dipakai untuk perwakilan rakyat, syari’at untuk konstitusi dan bai’ah  untuk musyawarah, dan bai’ah  dan oleh karena itu mereka dianggap tidak menentang sistem pemerintahan kontitusional, tetapi antara mereka sebenarnya terdapat perbedaan faham, kalu golongan ulama memahami trem-trem itu dalam pengertian yang terdapat dalam Islam, golongan Usmani muda member pengertian Barat kepadanya.
Tidak mengherankan kalau dalam sesuatu seperti digambarkan diatas, yang disusun bukanlah konstitusi yang bersifat demokratis,tetapi kostitusi yang mempunyai bentuk semi otokratis. Konstitisi yang bercorak semi-otokratis ini di tandatangani oleh sultan Abdul Hamid pada tanggal 23 desember 1876.
Sifat semi-otokratis konstitusi 1876 itu dapat dilihat dari hak-hak serta kekuasaan sultan sebagai tersebut di dalamnya menurut fasal 3, kedaulatan terletak pada tangan Sultan; jadi hukum ditangan rakyat seperti yang terdapat dalam faham kedaulatan terletak pada diri sultan adalah sesuai pada faham yang terdapat dalam faham kenegaraan barat. paham kedaulatan terletak pada diri sultan dalah sesuai dengan paham yang terdapat dalam Islam bahwa segala kedaulatan berada pada Tuhan sebagai pencipta dan memiliki alam semesta. Kedaulatan alam prakteknya didunia di pegang oleh Khalifah sebagai penganti Nabi Muhammad SAW dalam mengempalai umat islam. Sultan Turki, selain dari mempunyai kedua dukan sultan juga mempunyai kedudukan Khalifah. Pasal 4 memerangkan bahwa sultan mempunyai sifat suci dan tidak bertangung jawab tentang perbuatanya, hak-hak yang menurut fasal 7 antara lain terdiri atas:
1.      Mengangkat dan memberhentikan mentri-mentri
2.      Mengadakan perjanjian internasional
3.      Mengumumkan perang
4.      Mengadakan damai dengan negara-negara lain
5.      Membubarkan parlemen
Selanjutnya, menurut pasal 54, rencana Undang-undang baru mendapat Undang-undang kalu telah di setujui oleh sultan. Pasal 113 lebih lanjut lagi memberi sultan kekuasaan kekuasaan untuk mengumumkan keadaan darurat jika hal demikian dipandangperlu. Menurut fasal itu ia juga mempunyai kekuasaan untuk menangkap dan mengasingkan orang-orang yang dianggap berbahaya bagi keamanan Negara.
Dari uraiyan di atas menyatakan bahwa sultanmem punyai kekuasaan besar. Pembatasan kekuasaan absolute seperti yang di kehendaki Usmani Muda tidak banyak berhasil. Fasal-fasal yang tercantum dalam Undang-undang dasar 1976 disamping itu, tidak semuanya tidak mengandung pengertian yang tegas. Fasal 7 upamanya, menyebut hak-hak sultan, tetapi tidak ada penegasan bahwa hanya itu lah hak-hak yang dimiliki sultan. Pasal 54 menyebut bahwa rencana undan-undang perlu mendapat persetujuan sultan, tetapi tidak pula di jelaskan bagaimana ke adaannya kalu rencana undang-undang tertentu ditolak sultan, dan sebagai gantinya ia keluarkan Firman atau keputsan sulta, sebagai hanya di masa-masa lampau. Tidak ada penegasan bahwa Firman demikian tidak dapatmenjadi undang-undang.
Pasal 133 betu-betul pukulan berat bagi Usman Muda. Degan memakai fasal inlah Sultan Abdul Hamid beberapa tahun kemudian menangkap Midhat Pasya dan beberapa temanya untuk kemudian di kirim ke tempat pengasigan. Pemuka-pemuka Usmani Muda menentang pasukan Fasal ini kedalam Undang-undang Dasar, tetapi Sultan Abdul Hamid mrmbuat pemasukannya tidak ada dan pedana Mentri hanya mempunyai kedudukan Primus inter pares.
Mentri-mentri akan tetapmemegang posnya masing-masing selama masih mendapat kepercayaan sultan parlemen dapat memanggil Mentri untuk ditanyakan pertanggung jawabanya, tetapi Mentri dapat mengirim wakil sebagai ganti, atau dapat menunda.
Parlemen terdiri atas 3 majlis, Senat dan Dewan perwakilan Rakyat dan Dewan Nasional. Anggota dewan Nasional di pilih. Tetapi anggota senat di angkat oleh sultan untuk seumur hidup. Hak memajukan undang-undang hanya terletak ditangan perdana mentri dan dapat di majukan keparlemen, kalu telah mendapat persetujuan sultan. Dengan demikian rencana undang-undang yang tidak di setujui sultan tidak pernah bias menjadi undang-undang yang di buat parlemen. Jelas kiranya bahwa parlemen yang di susun menurut Konstitusi 1876 M itu bukanlah suatu badan legislatif dalam arti sebenanya, tetapi lebih dekat merupakan dewan pertimbanga. Jagankan untuk membuat undang-undang, untuk melanjutkan pemerintahan pun parlemen tidak mempunyai hak.
Dalam sistem serupa ini sudah barang tentu bahwa keterpisahan antara kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan judikatif tidak ada. Konstitusi 1876 M memang tak menyinggung soal trias politica.
Konstitusi 1876 M telah di umumkan dan dengan demikian Usmani Muda dengan cita-cita dan usaha mengadakan Undang-undang dasar bagi Kerajaan Usmani. Tetapi sesungguhpun begitu, mereka tidak berhasil membatasi kekuasaan absolut sultan.
Yang terjadi malahan sebaliknya, kekuasaan tetap bersifat absolute dan kekuasaan absolut itu telah mempunyai dasar konstitusional. Ketika ia menangkap dan mengirim Midhat Pasya ke tempat pembuangan, tidakannya itu tidaklah merupakan tindakan yang tidak konstitusional, malahan sebaliknya tindakan-tindakan yang berdasar pada fasal 113 dari undag-undang dasar 1876 M.
Dan ketika ia membubarkanparlemen di bulan pebruari 1878 M, tindakannya itu mempunyai dasar konstitusi, yaitu pasal 7 alasan yang dipakai untuk menangkap Midhat Pasya dan untuk membubarkan parlemen adalah Negara dalam keadaan bahaya karena pecahnya perang dengan Rusia, semenjak itu sampai Revolusi 1908 di bawah pimpinan Turki Muda, Sultan Abdul Hamid memerintah sebagi seorang otokrat yang mempunyai dasar konstitusi.
Salah satu sebab dari kegagalan Usmani Muda dalam usaha mengadakan pembaharuan yang effektif tentang sistem pemerintahan di kerajaan Usmani, terletak tidak adanya golongan menengah yang berpendidikan lagi kuat ekonominya untuk mendukungmereka. Ide konstitusi masih terlalu tinggi bagi rakyat kerajaan Usmani di waktu itu, mereka belum mengerti apa artinya konstitusi dan keuntungan apa yang akan mereka peroleh dari sistem pemerintahan konstitusional. Maka konstitusi tiadakan bukan atas desakan rakya. Tetapi atas desakan golongn kaum intelegensia. Dan ketika perlemen di bubarkan, serta pimpinan-pimpinan Usmani ditangkap dan diasingkan, rakyat tidak bergerak, bahkan mengambil sikap pasif.
Sebab lain terletak pada keyataan bahwa sultan, sungguh pun piagam Gulhane dan piagam Humayun telah ada, masih mempunyai kekuasaan yang besar. Tampa persetujuan konstitusi tidak aka nada konstitusi yang kan banyak membatasi kekuasaan sultan sudah barang tentu tidak akan mendapat kekuasaanya dengan kemauanya sendiri. Konstitusi 1876 M sebenarnya lebih banyak bersifat anugrah dari sultan.
Sebab lain lagi ialah belum berpengalamanya Usmani Muda dalam soal-soal konstitusi dan kaburnya ide konstitusi , bagi pihak-pihak yang menginginkan konstitusi itu. Sebagai dilihat Namik Kamal sendiri memakai istilah-istilah Islam dalam mengambarkan ide-ide yang terkandung dalam paham konstitusi Barat. Sudah barang tentu bahwa pengertian-pengertian yang dikandung istilah-istilah Islam berlainan dengan pengertian istilah Barat.
Usmani Muda berkeyakinan bahwa adanya konstitusi merupakan syarat mutlak bagi lancarnya jalan pembeharuan di bidang-bidang lain dalam hidup kemasyarakatan kerajaan Usmani. Hal inilah yang mendorong mereka untuk berusaha membatasi kekuasaan absolute. Setelah parlemen di bubarkan mereka berusaha menggulingkan Sultan Abdul Hamid.
Usaha demikian umpamanya, di jalankan oleh Ali Sefkati (1838M-1878M) seorang pemimpin Usmani Muda yang paling terakhir pulang dari Eropa dan selalu mengadkan pertemuan-pertemuan politik di rumahnya di Istambul dalam pertemuan-pertemuan itu dilihatanya diperoleh kesimpulan bahwa Sultan Abdul Hamidyang bersifat absolute itu, perlu dijatuhkan dan digantikan dengan Murad V sebagi orang yang jauh lebih progresif dari Sultan. Usaha yang dijelaskan Ali Suavi serta kelompoknya untuk membebaskan Murad V dari tempat ia di tawan gagal, dan Ali Suavi di huum bunuh.
Usaha lain untuk menggulingkan Sultan Abdul Hamid dan mengangat Murad V sebagai sultan dijalankan oleh Ali Sefkati dan teman-temanya, tetapi juga gagal. Ia ditangkap dan di penjarakan.
Kegagalan Usmani Muda dalam mengadakan sistem pemerintahan konstitusional di kerajaan Usmani dan dalam menjatuhkan sultan, membuat mereka bukan hanya tidak berhasil dalam usaha pembaharuan, bahkan lebih dari itu, membuat mereka hilang dari arena pembaharuan di kerajaan Usmani abad  kesembilan belas.
Sultan Abdul Hamid, sungguhpun bersifat absolut, bukanlah sultan yang sama sekali tidak setuju dengan pembaharuan. Di zaman pemerintahan absolutnya terjadi juga pembaharuan-pembaharuan. Dalam lapangan pendidikan ia mendirikan perguruan-perguruan tinggi, sekolah tinggi Hukum (1878M) sekolah tinggi ke uangan (1878M), sekolah tinggi kesenian (1879M), sekolah tinggi dagang (1882M), sekolah tinggi Tehnik (1888M), sekolah Dokter Hewan (1889M), sekolah tinggi Polisi (1891M) Universitas Istabul juga dididrikan di zamannya, yaitu ditahun 1900 M.
Didalam bidang Hukum ia mendirikan mahkama non-agama dan membentuk kementrian kehakim. Hukumdarat, pos dan telegraf juga ia tingkatkan. Kalu sebelumnya di daerah Anatolia hanya terdapat beberapa ratus kilometer jalan kereta api, pendambahan yang dibawanya meningkatkan jumblah itu menjadi beberapa kilometer, di antaranya jalan kereta api antara Madinah di Arabia dan Damsyik di Suria. Jaringan pos dan telegraf menghubungkan hamper seluruh daerah dengan ibu kota Istambul.
Jumlah percetakan juga meningkat. Kalu ditahun 1883 M terdapat 54 percetakan, di tahun 1908 M jumlah itu menaik menjadi 99 keingginan membaca dikalangan rakyat bertambah. Jumblah buku yang dicetak juga bertambah. Selama lima belas tahun pertama dari masa pemerintahannya kurang lebih dari 4000 buku dicetak, seperempat diantaranya dalam bidang ilmu pengetahuan, kurang lebih 1200 dalam bidang hukum, dan lain-lain. Karena berbicara dan menulis tentang politik dilarang, maka orang berpindah selainke bidang ilmu pengetahuan juga kebidang sastra. Sastra memperoleh kemjuan di zaman Sultan Abdul Hamid. Dalam pada itu sensor terdapat surat kabar dan hukum dijalankan dengan ketat.

D. Turki Muda
Sultan Abdul Hamid setelah dibubarkannya Parlemen dan hancurnya gerakan Usmani Muda, terus memerintah dengan kekuasaan yang lebih absolut. Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam menentang lawan ia memakai kekerasan, sehingga ada pengarang-pengarang yang memberi sifat tirani kepadanya. Yang menyokonh Sultan dalam pemerintahan absolut dan kekerasan hanya beberapa pembesar-pembesar Kerajaan Usmani.
Rasa tidak senang timbul, bukan hanya di kalangan kaum intelegensia yang dipengaruhi pemikiran liberal, tetapi juga di golongan pegawai sipil dan kemudian juga di kalangan kaum militer. Bahkan di perguruan-perguruan tinggi rasa tidak senang itu juga kelihatan meluap ke luar. Dalam kelas, guru bercerita tentang pemuka-pemuka Usmani Muda dan ide-ide mereka. Murid merasa rindu ke zaman Usmani Muda yang baru lalu dan dengan penuh perhatian membaca tulisan Namik Kemal. Nyayi-nyanyian yang memuji Sultan mereka robah kata-katanya menjadi kecaman. Guru-guru yang membawa ide-ide liberal, dipindahkan atau dipecat.
Dalam suasana demikian timbullah gerakan-gerakan opposisi terhadap pemerintahan absolut Sultan Abdul Hamid, sebagaimana halnya di masa lampau dengan Sultan Abdul Aziz. Opposisi di kalangan Perguruan Tinggi, mengambil bentuk perkumpulan-perkumpulan rahasia. Di kalangan intelegensia pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri dan dari sana melanjutkan opposisi mereka. Gerakan di kalangan militer menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Opposisi yang berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan Turki Muda.
Ide perjuangan Turki Muda, antara lain dimajukan oleh tiga pemimpin, Ahmed Riza (1859M-1931M),  Mehmed Murad (1853M-1912M), dan Pangeran Sabahuddin (1877M-1948M).


Referensi Penunjang Buku:
Ajid Thohir. 2009. Perkembangan Peradaban Di Kawan Dunia Islam.
            Jakarta: Rajawali PERS.
Hamka. 1975. Sejarah Umat Islam Jilid III. Jakarta: Bulan Bintang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar