REVIEW BUKU
Tinjauan Buku
Pembaharuan Dalam Islam “sejarah pemikiran dan gerakan”
Penulis: Prof. Dr. Harun Nasution
Jakarta: Bulan Bintang
216 halaman + 21 cm + bibliografi
PERKEMBANGAN
ISLAM MODERN DI TURKI
Buku ini membahas tentang pemikiran dan
gerakan pembaharuan dalam Islam, yang timbul di zaman yang lazim disebut
Periode Modern dalam sejarah Islam. Pembahasannya mencakup atas pembaharuan
yang terjadi di tiga negara islam, yaitu Mesir, Turki, dan India-Pakistan.
Pada awal abad ke 19,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, mulai memasuki dunia Islam.
Periode ini, dalam sejarah Islam dipandang sebagai awal permulaan periode
modern. Kontak dengan dunia Barat selajutnya, membawa ide-ide baru ke dunia
Islam, seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini,
menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai
memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan ideologi baru tersebut.
Pemikiran dan
gerakan-gerakanpun Islam pun bermunculan dari berbagai perjuru dunia bertujuan
untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang terus
berkembang. Khalifah-khalifah dinasti Turki Ustmani salah satunya, dengan
berbasik negara Islam, Turki Utsmani terus mengikuti alur zaman dengan
melakukan pembaharuan-pembaharuan Islam seperti Sultan Mahmud II, Tanzimat,
Utsmani Muda, dan Turki Muda. Dimana gerakan-gerakan tersebut membawa pengaruh pembaharuan
dari berbagi aspek.
A. Sultan Mahmud II
Pembaharuan
di Kerajaan Usmani abad 19, sama halnya dengan pembaharuan di Mesir, juga dipelopori oleh raja atau sultan. Kalau di Mesir Muhammad Ali Pashalah, orang yang
mempelopori pembeharuan, di Kerajaan Turki Usmani yang menjadi pelopor
pembaharuan adalah Sultan Mahmud II.
Mahmud lahir pada tahun 1785
M dan mempunyai didikan
tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah
dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 M
dan meninggal di tahun 1839 M.
Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan
oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai
kekuasaan otonomi besar. Peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812 M dan
kekuasaan otonomi daerah akhirnya dapat ia perkecil kecuali kekuasaan Muhammad
Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa.
Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan
Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk
memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya. Sebagai
Sultan-Sultan lain, hal pertama yang menarik perhatiannya ialah pembaharuan di
wilayah militer.
Di tahun 1826, ia membentuk suatu korp tentara baru yang
diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasya dari Mesir.
Dijelaskan juga oleh Prof. Dr. Hamka, bahwa sultan memilih Muhammad Ali Pasya
sebagai pelatih angkatan Korpnya tersebut, karena ia melihat bahwa tentara
Mesir di bawah pimpinannya jauh lebih teratur dan ia juga memiliki pengetahuan
militer dari berkas-berkas opsir Prancis yang tinggal di Mesir sesudah Napoleon
buat melatih tentaranya.
Perwira-perwira tinggi Yeniseri menyetujui pembentukan
korp baru itu, tetapi perwira-perwira bawahan mengambil sikap menolak. Beberapa
hari sebelum korp baru itu mengadakan parade, Yeniseri berontak. Dengan
mendapat restu dari Mufti Kerajaan Usmani, Sultan memberi perintah untuk
mengepung Yeniseri yang sedang berontak dan memukuli garnisun mereka dengan
meriam.
Pertumpahan darah terjadi dan lebih kurang seribu
Yeniseri mati terbunuh. Tempat-tempat mereka selalu berkumpul dihancurkan
penyokong-penyokong mereka dari golongan sipil ditangkapi. Tarekat Bektasyi,
sebagai tarekat yang banyak mempunyai anggotanya dari kalangan Yeniseri
dibubarkan. Kemudian Yeniseri sendiri di hapuskan. Dengan hilangnya Yeniseri,
golongan ulama yang anti pembaharuan, juga sudah lemah kekuatannya.
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau
terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat dan kebiasaan lama.
Sultan-Sultan sebelumnya menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul
dengan rakyat. Oleh karena itu mereka selalu mengasingka diri dan menyerahkan
soal mengurus rakyat kepada bawahan-bawahan.
Tradisi aristokrasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia
mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau
menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Pakaian kerajaan yang ditentukan
untuk Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai Menteri pembesar-pembasar
lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran
hilang. Rakyat biasa ia anjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional
dan menukarnya dengan dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan
perbedaan status sosial yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional.
Sulatan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam
organisasi pemerintah Kerajaan Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang
mempunyai kekuasaan temporal atau duniawi dan kekuasaan spiritual atau rohani.
Dengan demikian sultan Usmani memiliki dua bentuk kekuasaan, kekuasaan
memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu
oleh dua pegawai tinggi, Sadrazam untuk urusan pemerintah dan Syaikh
Al-Islam untuk urusan agama. Keduanya tak mempunyai suara dalam soal
pemerintah dan hanya melaksanakan perintah Sultan.
Sulata Mahmud II-lah yang pertama kali di Kerajaan Usmani yang dengan tegas mengadakan
perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh
syari’at dan urusan dunia di atur oleh hukum bukan syari’at yang dalam masa
selanjutnya membawa kepada adanya hukum sekuler di samping hukum syari’at.
Perubahan penting yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II
dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di
Kerajaan Usmani adalah perubahan dalam bidang pendidikan. Sebagai halnya dunia
Islam lain zaman itu, madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum
yang ada di Kerajaan Usmani. Di madrasah hanya di ajarkan agama. Pengetahuan
umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan madrasah
tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad sebilan belas.
Mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan
menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum ke dalamnya, sebagai halnya dunia
Islam lain pada waktu itu, memang sulit. Madrasah tradisional tetap berjalan
tetapi di sampingnya Sultan mendirikan
dua sekolah pengetahuan umum, Mekteb-i Ma’rif (sekolah pengetahuan umum)
dan Makteb-i Ulum-u Edebiye (sekolah sastra). Siswa dari kedua sekolah
ini dipilih dari lulusan madrasah yang bermutu tinggi.
Tidak lama sesudah itu Sultan Mahmud II mendirikan pula
Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran, dan Sekolah Pembedahan.
B. TANZIMAT
Pembaharuan yang diadakan sebagai lanjutan dari usaha-usaha
yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II dikenal dengan nama Tanzimat. Tanzimat
berasal dari bahas Arab dan mengandung arti mengatur, menyusun dan memperbaiki,
dan di zaman itu memang banyak di adakan peraturan dan undang-undang baru.
Pemuka utama dari pembaharuan pada zaman ini adalah
Mustafa Rasyid Pasya. Ia lahir di Istambul di tahun
1800 M dan pada mulanya mempunyai didikan madrasah. Kemudian ia
menjadi pegawai Pemerintah, meningkat-ningkat dalam kedudukan di tahu 1834 M
dikirim sebagi duta besar ke Paris. Di kota ini dia dapat
menguasai bahasa Perancis dan berkenalan dengan ide-ide baru yang dilahirkan
Revolusi Perancis. Selain dari Perancis ia juga menjadi Duta Besar Kerajaan
Usmani di beberapa negara lain. Kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri
di tahun 1839 dan selanjutnya Perdana Menteri.
Seorang pemuka Tnzimat lain yang pemikirannya lebih
banyak diketahui adalah Mehmed Sadik Rifat Pasya (1807M-1856M). Setelah selesai dari pendidikan madrasah ia
melanjutkan pelajaran di Sekolah Sastra, yang khusus diadakan untuk calon-calon
pegawai Istana. Ia cepat meningkat dalam jabatan-jabatan yang dipegangnya. Di
tahun 1834
M, ia diangkat menjadi pembantu
Menteri Luar Negeri. Tiga tahun kemudian ia dikirim sebagai Duta Besar ke Wina.
Kemudian ia menjadi Menteri Luar Negeri, dan selanjutnya Menteri Keuangan.
Untuk pelaksanaan Pembaharuan diadakan oleh Dewan Tanzimat, dan ia pernah
menjadi ketua Dewan Tanzimat.
Pokok-pokok pemikiran yang dimajukan Sadik Rifat
diantaranya adalah, peradaban dan kemajuan modern Barat dapat diwujudkan karena
adanya suasana damai dan hubungan baik antara negara-negara Eropa. Kemakmuran
suatu negara bergantung pada kemakmuran rakyat, dan kemakmuran rakyat dapat
diperoleh dengan menghilangkan pemerintah absolut.
Pemikiran Sadik Rifat sejalan dengan pemikiran Mustafa
Rasyid Pasya, yang pada waktu itu mempunyai kedudukan sabagai Menteri Luar
Negeri. Atas pengeruhnya berhasillah langkah pertama dalam pengadaan
undang-undang dan peraturan sebagai yang dimaksud Sadik Rifat. Di tahun 1839
M, Abdul Majid, Sultan yang
menggantika Mahmud II, mengeluarkan Hatt-i Syerif Gulhane (Piagam
Gulhane).
Piagam itu menjelaskan bahwa pada masa permulaan Kerajaan
Usmani syari’at dan undang-undang negara dipatuhi dan oleh karena itu Kerajaan
menjadi besar serta kuat dan rakyat hidup dalam kemakmuran. Tetapi pada masa
seratus lima puluh tahun terakhir syari’at dan undang-undang tidak diperhatikan
lagi, dan sebagai akibatnya kemakmuran rakyat hilang untuk digantikan oleh
kemiskinan dan kebesaran negara lenyap untuk ditukar oleh kelemahan.
Oleh karena itu perlu diadakan perubahan-perubahan yang
akan membawa pada pemerintahan yang baik. Dasar-dasar untuk perubahan itu
adalah: (1) terjaminnya ketentraman hidup, harta dan kehormatan warga negara,
(2) peraturan mengenai pemungutan pajak, (3) peraturan mengenai kewajiban dan
lamanya dinas militer.
Selanjutnya dijelaskan bahwa orang tertuduh akan diadili
secara terbuka dan sebelum ada pengadilan pelaksanaan hukuman mati dengan racun
atau jalan lain tidak diperbolehkan. Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang
juga tidak lagi diperkenankan. Hak milik terhadap harta dijamin dan tiap orang
mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya. Ahli waris dari yang kena
hukum pidana tidak boleh dicabut haknya untuk mewarisi dan demikian pula harta
yang kena hukum pidana tidak boleh disita.
Atas dasar piagam ini terjadilah pembaharuan-pembaharuan
pada berbagai institusi kemasyarakatan Kerajaan Usmani. Salah satunya adalah
pembaharuan dalam bidang hukum. Dewan Hukum (Meclis-i Ahkam-i Adliye),
yang dibentuk oleh Sultan Mahmud II diperbanyak anggotanya dan diberi kekuasaan
membuat undang-undang. Di tahun 1840 M keluarlah hukum pidana baru dan di tahun 1850 hukum
dagang baru. Di tahun 1847 M didirikan mahkamah-mahkamah baruuntuk urusan pidana dan
sipil.
Pembaharuan dalam lapangan keuangan diadakan dengan
mendirikan Bank Usmani di tahun 1840 M. Mata uang lama ditarik dari peredaran untuk diganti
dengan mata uang baru dengan memakai sistem desimal. Pendidikan dilepaskan dari
kekuasaan kaum ulama dan diserahkan kepada Kementerian Pendidikan yang dibentuk
pada tahun 1847 M. Di samping pembangunan sekolah-sekolah menengah,
direncanakan pula pembentukan Universitas, tetapi tidak berhasil. Bagaimanapun
sistem pendidikan menengah Barat telah mulai memasuki masyarakat Kerajaan
Usmani abad kesembilan belas.
Pada tahun 1856 M diumumkan lagi suatu piagam baru, Hatt-i Humayun, yang
lebih banyak mengandung pembaharuan terhadap kedudukan orang Eropa yang berada
di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani. Dalam pendahuluan Piagam ini disebut bahwa
tujuannya adalah memperkuat jaminan-jaminan yang tercantum dalam Piagam Gulhane.
Selanjutnya disebut bahwa masyarakat Kristen dan bukan Islam lainnya
diperbolehkan mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang mereka perlukan dan
mendirikan rumah-rumah peribadatan masing-masing, sekolah-sekolah, rumah-rumah
sakit, dan tanah-tanah pemakaman. Semua perbedaan yang ditimbulkan oleh
perbedaan agama, bahasa, dan perbedaan bangsa dihapuskan.
Selanjutnya di tahun 1867 M dikeluarkan undang-undang yang memberi hak kepada orang
asing untuk memiliki tanah di Kerajaan Usmani. Di tahun itu juga didirikan
Mahkamah Agung.
Kedua piagam yang menjadi dasar pembaharuan Tanzimat
mengandung paham sekularisme dan dengan demikian membawa sekularisasi dalam
berbagai institusi kemasyarakatan. Sikap otoriter yang dipakai Sultan dan
Menteri-Menterinya dalam melaksanakan pembaharuan Tanzimat juga mendapat kritik
keras.
C. Usmani Muda
Zaman
Tanzimat berakhir dengan wafatnya Ali Pasya di tahun
1871 M. Sebagai Perdana Menteri, Ali Pasya tidak menentang
kekuasaan absolut Sultan Abdul Aziz (1861M-1876M) malahan turut menindas pemikiran bebas. Tidak
mengherankan kalau antara pemuka-pemuka Usmani Muda dan Ali Pasya serta Fuad
Pasya terdapat rasa permusuhan, sungguh pun kesemua mereka sebenarnya adalah
murid-murid dari Mustafa Rasyid Pasya.
Usmani Muda pada asalnya merupakan perkumpulan rahasia
yang didirikan di tahun 1865 M dengan tujuan untuk merobah pemerintahan absolut
kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional. Setelah
rahasia terbuka pemuka-pemuka nya lari ke Eropa ditahun 1867 M dan disanalah
gerakan mereka memperoleh nama Usmani Muda. Sebabagian dari mereka kembali ke
Istambul setelah Ali Pasyah tidak ada lagi.
Setelah satu
pemikir Usmani Muda adalah Ziya Pasya
(1825M-1880M) anak seorang pegawe kantor cukai di Istambul. Setelah
menyelsaikan pelajaran pada sekolah Suleymaniye yang didirikan Sultan Mahmud II
ia diangkat menjadi pegawai pemerintah selagi berusia muda. Atas usaha Mustafa
Rasyid Pasya Ia padatahun 1854 di terima
menjadi salah satu sekretaris Sultan untuk keperluan tugas baru ini ia mulai
mempelajari bahasa prancis, sehingga ia dapat menguasainya dan dapat
memterjemah kan buku-buku prancis kedalam bahasa Turki.permusuhannya dengan Ali
Pasya membuat ia terpaksa pergi ke Eropa di tahun 1867 dan tinggal disana
selama lima tahun.
Agar dapat
digolongkan dalam kumpulan negara-negara yang maju, kerajaan usmani demikian
pendapatanya, harus memakai sistem pemerintahan konstitusional. Negara Eropa
maju karena disana tidak dapat lagi pemarintahan absolute kecuali di rusia.
Bahkan rusiapun telah mengarah kepada pemerintahan konstitusional. Karena
Kerajaan Usmani dipandang masuk dalam keluarga negara-negara Eropa, tidaklah
pada tempatnya kalu kerajaan Usmani mempunyai sistem pemerintahan lain dengan
seluruh Eropa.
Dalam sistem
pemeritahan konstitusional harus ada Dewan perwakilan rakyat, dengan adanya
dewan serupa ini oleh pihak istana ditakuti akan menghancurkan kekuasaan
Sultan. Zia memajukan hadis perbedaan pendapat dikalangan umatku merupakan
rahmat dari tuhan sebagai alesan untuk perlu adanya dewan perwakilan rakyat,
dimana perbedaan pendapat itu ditampung dan di kritik terhadap pemerintah
dimajukan untuk kepentingan umamat seluruhnya.
Dalam mengadakan
pembeharuan, Zia tidak setuju dengan pendirian meniru Barat dalam
segala-galanya. Sebagi orang yang kuat berjiwa islam, ia menentang pendapat
yang telah mulai banyak tersiar diwaktu itu, yaitu pendapat yang mengatakan
bahwa Islam merupakan penghalang bagi kemajuan pemikir terkemuka dari Usmani
Muda adalah Namik Kemal (1840M-1888M). Ia berasal dari golongan atas dan oleh
karena itu orang tuanya sanggup menyediakan pendidikan khusus baginya dirumah.
Di samping pelajaran bahsa Arab dan Persia. Kepadanya di berikan pula pelajaran
bahasa prancis. Dalam umur belasan tahun ia diangkat menjadi pegawai di kantor
penerjemah dan kemudian di pindahkan menjadi pegawai di Istana Sultan.
Namik kemal merupakan
pimpinan tasvir-I Efkar. Tulisanya
dianggap terlalu berbahaya, setelah jatuhnya sultan Abdul Aziz pada tahun 1876
M. Sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran kerajaan Usmani, menurut
pendapatnya, terletak pada keadaan ekonomi dan politik yang tidak beres, jalan
pertama yang harus di tempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi dan
politik itu ialah perubahan sisitem perubahan sisitem pemerintahan absolute
menjadi pemeritahan konstitusional. Betul telah ada piagam Gulhane dan piagam
Humayun. Tetapi keduanya piagam itu belum merupakan konstitusi yang di dalamnya
terdapat pemisahan antara kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif.
Berbicara
tentang politik, Namik Kamal berpendapat bahwa rakyat, sebagai warganegara,
memuyai hak-hak politik yang harus di hormati dan di lindungi negara. Negara
kedaulatan terketak di tangan rakyat seluruhnya, dan tidak di tangan lainya, di
atas kedaulatan rakyat, tidak ada kedaulatan manusiawi yang lebih tinggi.
Negara yang baik adalah negara yang memakai kedaulatan
rakyat sebagai fondasi dan disamping itu juga menjamin tidak di langgarnya
hak-hak rakyat, pelaksanaan kedaulatan tidak mungkin dijalankan oleh rakyat
seluruhnya dan oleh karena itu perlulah adanya sistem perwakilan. Wakil-wakil
itulah yang di pilih itu lah yang akan memegang kedaulatan rakyat pemilihan
dapat dilakukan melalui berbagai jalan.
Yang di kehendaki Namik Kamal adalah pemerintahan
demokrasi dan pemerintahan serupa ini menurut pendapatnya ini tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Negara Islam yang di bentuk dan di pimpin
oleh empat khalifah besar, sebenarnya mempunyai corak Demokrasi, sisitem bai’ah yang dapat dalam dalam
pemerintahan Khalifah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat. Melalui
bai’ah rakyat menyatakan persetujuan mereka atas
pengangkatan Khalifah yang baru. Dengan demikian bai’ah merupakan kontrak
sosial pula dan kontrak yang terjadi antara rakyat dan Khalifah itu dapat di
batalkan jika Khalifah mengabaikan kewajibannya sebagai kepala Negara.
Dalam menggurus negara, khalifah selanjutnya tidak boleh
melanggar syar’at, dengan demikian syari’at sebenarnya merupakan konstitusi
yang harus di patuhi oleh kepala negara lebih lanjut lagi, musyawarat adalah dasar
penting dalam soal pemerintahan dalam Islam. Sistem
musyawarat ini memperkuat corak demokrasi pemerintah Islam pembuat hukum dalam
Islam ialah dalam kaum ulamak dan melaksanakan hukum adalah perintah. Dengan
demikian dalam Islam sebenarnya terdapat pemisahan antara kekuasaan
legislatif dan kekuasaan eksekutif.
Dengan membawa
argument-argumen seperti di atas, Namik Kamal berpendapat bahwa sistem
pemerintah konstitusional tidaklah merupakan bid’ah dalam Islam. Pemasukan sistem itu kedalam tubuh pemerintah
kerajaan Usmani masa lampau, jika di lepaskan dari sifat Otokrasinya, adalah
pemerintahan yang sah,yang di dalamnya kaum ulama memang kekuasaan legislatif,
kekuasaan eksekutif di pegang oleh sultan dan para mentri sedangkan kekuatan
kontrol terletak di tangan Yeniseri sebagai angkatan atau rakyat bersenjata.
Setelah
mengadakan perbandingan antra konstitusi Prancis, Inggris dan Amerika, Namik
Kemal lebih cenderung untuk mengambil konstitusi Prancis sebagai model yang
akan dipakai dalam menyusun konstitusi Kerajaan Usmani. Selanjutnya ia
menganjurkan supaya dibentuk tiga majelis dalam pemerintahan (Sura-yi
Ummet) dan senat (meclis-i ayan), majlis negara mempunyai
tugas merancang undang-undang dan majlis Nasional membuat Undang-undang atas
dasar rencana yang dimajukan oleh majlis negara. Adapun senat, tugasnya ialah
untuk menjadi pengantar antar kekuasaan legislative dan kekuasaan eksekutif
dengan berpedoman Undang-undang dasar dan prinsip kebebasan rakyat. Di samping
itu senat juga mempunyai tugas untuk mengesahkan segala undang-undang yang
dibuat oleh majlis nasional.
Di antara
ide-ide lain yang dibawah Namik kemal terdapat ide cinta tanah air. Tanah air
yang dimaksud ahli fikir itu, belum lah tanh air Turki, tetapi tetapi seluruh
kerajaan Usman. Septanah artinya tidak sempit. Sebagai orang yang dijiwai
ajaran Islam, ia melihat perlunya di adakan persatuaan seluruh umat Islam di
bawah pimpinan Kerajan Usmani, sebagai negara Islam yang ter besar dan terkuat
waktu itu, persatuan itu mengambil bentuk pan- Isalam dan tujuannya ialah untuk
sama-sama mempelajari dan memnyesuaikan peradaban modern dengan ajaran-ajaran
islam untuk selanjutnya disiarkan diseluruh Asia dan Afrika.
Ide- ide yag di majukan Namik Kamal seperti tersebutdi
ataslah yang menjadi pedoman bagi peyusunan Undang-undang dasar 1876 dari
Kerajaan Usmani. Orang kuat dari kalangan pemerintah yang berdiri di belakang
pengadaan konstitusi itu adal Midhat Pasya (1822M-1883M), anak seorang hakim agama. Dalam usia
belasan tahun ia menjadi pegawai di biro perdana mentri. Di tahun 1858 M ia di
beri cuti untuk berkunjung selama enam bulan ke Eropa. Kemudian ia diangkat
bebrapa sebagai Gubernur di berbagai daerah. Dalam jabatan ini menjunjukkan
kecakapan luar biasa di tahun 1872 M ia diangkat oleh sultan Bdul Aziz menjadi
perdana Mentri, tetapi karena selalu bentrokan dengan kekuasaan absolut sultan,
ia di berentikan beberapa bulan kemudian
Dalam pada itu keadaan ekonomi negara bertambah memburuk,
demontrasi dan huru-hara terjadi dan akhirnya pada tanggal 30 mei 1876
M, sultan Abdul Aziz, di
jatuhkan atas dasar fatwa yang di keluarkan Syeikh Al-Islam kerajaan Usamani.
golongan Usmani Muda. Namik Kemal di panggil kembali dari pembuangan dan
beberapa pemuka Usmani di angkat menjadi Mentri, Midhat Pasya juga mendapat ke
dudukan sebagi Menteri.
Sultan Murad V,
sebelum memegang jabatan beberapa dalam pengasingan. Ia diasingkan oleh Abdul
Aziz setelah rahasia hubungan dengan Usmani Muda terbuka. Hidup dalam
pengasingan itu membuat mentalnya lemah. Beban pekerjaan sultan yang harus di
pikulnya membuat jiwanya bertambah lemah dan beberapa bulan menjadi sultan, ia
terpaksa dijatuhkan dari kekuasaannya dengan alas an sakit mental.
Sebagai ganti di calonkan oleh saudaranya Abdul Hamid,
Midhat Pasya telah berjumpa dengan Abdul Hamid dan berhasil memper oleh janji
akan menyokong usaha Usman Muda untuk mengadakan Konstitusi bagi Kerajaan
Usmani. Pada
tanggal 31 Agustus 1876 M, Abdul Hamid di nobatkan sebagi Sultan dan tiga
bulan, kemudian Midhat Pasya diangkat menjadi perdana Mentri.
Dalam pengadaan konstitusiantara sultan Abdul Hamid dan
Usmani tidak terdapat perbedaan faham, perselisihan faham timbul tentang
hak-hak dan kekuasaan sultan, hak-hak kekuasaan pemerintah dan hak-hak serta
kekuasaan parlemen Abdul Hamid, sebagai sultan, sudah barang tertentu
mempertahankan hak-hak serta kekuasaan sultan dan pemerintah sebanyak mungkin,
sedangkan Midhat Pasya dan Usmani Muda berusaha memperkecil hak-hak kekuasaan
badan Eksekutif dan memberikan hak-hak serta kekuasan yang luas kepada badan
legis latif.
Tentang terhadap
pengadaan konstitusi datang pula dari pihak Syaikh Al-Islam dan .pembesar
Islam. Menurut mereka rakyat kerajaan Usmani belum matang untuk menerima sistem
pemerintahan kostitusi. Rakyat masih dalam ke kelapan belum mempunyai
pendidikan yang cukup untuk dapat mempergunakan kebebasan, akan menimbulkan
anarki. Bagaimana rakyat yang masih bodoh, demikian Syaikh Al-Islam bertanya.
Dapat di bawa musyawarat ? kerajaan Usmani bias diatur hanya menurut syari’at.
Keberatanselanjutnya
mereka hadapkan kepada akan turutnya orang-orang bukan islam menjadi anggota
yang tida beragama Islam akan membawa pada adanya undang-undang yang
bertentangan dengan syari’at, oleh karena itu, sistem pemerintahan
kostitusional, demikian kata mereka, tidak sesuai bahkan bertentangan dengan
ajaran Islam.
Dalam pada itu, golongan Usmani Muda, karena masih
terkait pada faham-faham kenegaraan sebagai yang terdapat dalam Islam, memakai
trem-trem Islam dalam menggambarkan faham-faham kenegaran Barat, Trem musyawarah, umpamanya, dipakai untuk
perwakilan rakyat, syari’at untuk
konstitusi dan bai’ah untuk musyawarah,
dan bai’ah dan oleh karena itu mereka dianggap tidak
menentang sistem pemerintahan kontitusional, tetapi antara mereka sebenarnya
terdapat perbedaan faham, kalu golongan ulama memahami trem-trem itu dalam
pengertian yang terdapat dalam Islam, golongan Usmani muda member pengertian
Barat kepadanya.
Tidak
mengherankan kalau dalam sesuatu seperti digambarkan diatas, yang disusun
bukanlah konstitusi yang bersifat demokratis,tetapi kostitusi yang mempunyai
bentuk semi otokratis. Konstitisi yang bercorak semi-otokratis ini di
tandatangani oleh sultan Abdul Hamid pada tanggal 23 desember 1876.
Sifat semi-otokratis konstitusi 1876 itu dapat dilihat
dari hak-hak serta kekuasaan sultan sebagai tersebut di dalamnya menurut fasal
3, kedaulatan terletak pada tangan Sultan; jadi hukum ditangan rakyat seperti
yang terdapat dalam faham kedaulatan terletak pada diri sultan adalah sesuai
pada faham yang terdapat dalam faham kenegaraan barat. paham
kedaulatan terletak pada diri sultan dalah sesuai dengan paham yang terdapat
dalam Islam bahwa segala kedaulatan berada pada Tuhan sebagai pencipta dan
memiliki alam semesta. Kedaulatan alam prakteknya didunia di pegang oleh Khalifah
sebagai penganti Nabi Muhammad SAW dalam mengempalai umat islam. Sultan Turki,
selain dari mempunyai kedua dukan sultan juga mempunyai kedudukan Khalifah. Pasal
4 memerangkan bahwa sultan mempunyai sifat suci dan tidak bertangung jawab
tentang perbuatanya, hak-hak yang menurut fasal 7 antara lain terdiri atas:
1. Mengangkat
dan memberhentikan mentri-mentri
2. Mengadakan
perjanjian internasional
3. Mengumumkan
perang
4. Mengadakan
damai dengan negara-negara lain
5. Membubarkan
parlemen
Selanjutnya, menurut pasal 54,
rencana Undang-undang baru mendapat Undang-undang kalu telah di setujui oleh
sultan. Pasal 113 lebih lanjut lagi memberi sultan kekuasaan kekuasaan untuk
mengumumkan keadaan darurat jika hal demikian dipandangperlu. Menurut fasal itu
ia juga mempunyai kekuasaan untuk menangkap dan mengasingkan orang-orang yang
dianggap berbahaya bagi keamanan Negara.
Dari uraiyan di atas menyatakan
bahwa sultanmem punyai kekuasaan besar. Pembatasan kekuasaan absolute seperti
yang di kehendaki Usmani Muda tidak banyak berhasil. Fasal-fasal yang tercantum
dalam Undang-undang dasar 1976 disamping itu, tidak semuanya tidak mengandung
pengertian yang tegas. Fasal 7 upamanya, menyebut hak-hak sultan, tetapi tidak
ada penegasan bahwa hanya itu lah hak-hak yang dimiliki sultan. Pasal 54
menyebut bahwa rencana undan-undang perlu mendapat persetujuan sultan, tetapi
tidak pula di jelaskan bagaimana ke adaannya kalu rencana undang-undang
tertentu ditolak sultan, dan sebagai gantinya ia keluarkan Firman atau keputsan
sulta, sebagai hanya di masa-masa lampau. Tidak ada penegasan bahwa Firman
demikian tidak dapatmenjadi undang-undang.
Pasal 133 betu-betul pukulan berat
bagi Usman Muda. Degan memakai fasal inlah Sultan Abdul Hamid beberapa tahun
kemudian menangkap Midhat Pasya dan beberapa temanya untuk kemudian di kirim ke
tempat pengasigan. Pemuka-pemuka Usmani Muda menentang pasukan Fasal ini
kedalam Undang-undang Dasar, tetapi Sultan Abdul Hamid mrmbuat pemasukannya
tidak ada dan pedana Mentri hanya mempunyai kedudukan Primus inter pares.
Mentri-mentri akan tetapmemegang
posnya masing-masing selama masih mendapat kepercayaan sultan parlemen dapat
memanggil Mentri untuk ditanyakan pertanggung jawabanya, tetapi Mentri dapat
mengirim wakil sebagai ganti, atau dapat menunda.
Parlemen terdiri atas 3 majlis,
Senat dan Dewan perwakilan Rakyat dan Dewan Nasional. Anggota dewan Nasional di
pilih. Tetapi anggota senat di angkat oleh sultan untuk seumur hidup. Hak
memajukan undang-undang hanya terletak ditangan perdana mentri dan dapat di
majukan keparlemen, kalu telah mendapat persetujuan sultan. Dengan demikian
rencana undang-undang yang tidak di setujui sultan tidak pernah bias menjadi
undang-undang yang di buat parlemen. Jelas kiranya bahwa parlemen yang di susun
menurut Konstitusi 1876 M itu bukanlah suatu badan legislatif dalam arti
sebenanya, tetapi lebih dekat merupakan dewan pertimbanga. Jagankan untuk
membuat undang-undang, untuk melanjutkan pemerintahan pun parlemen tidak
mempunyai hak.
Dalam sistem serupa ini sudah
barang tentu bahwa keterpisahan antara kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif dan kekuasaan judikatif tidak ada. Konstitusi 1876 M memang tak
menyinggung soal trias politica.
Konstitusi 1876 M telah di umumkan
dan dengan demikian Usmani Muda dengan cita-cita dan usaha mengadakan
Undang-undang dasar bagi Kerajaan Usmani. Tetapi sesungguhpun begitu, mereka
tidak berhasil membatasi kekuasaan absolut sultan.
Yang terjadi malahan sebaliknya,
kekuasaan tetap bersifat absolute dan kekuasaan absolut itu telah mempunyai
dasar konstitusional. Ketika ia menangkap dan mengirim Midhat Pasya ke tempat
pembuangan, tidakannya itu tidaklah merupakan tindakan yang tidak
konstitusional, malahan sebaliknya tindakan-tindakan yang berdasar pada fasal
113 dari undag-undang dasar 1876 M.
Dan
ketika ia membubarkanparlemen di bulan pebruari 1878
M, tindakannya itu mempunyai
dasar konstitusi, yaitu pasal 7 alasan yang dipakai untuk menangkap Midhat Pasya dan untuk
membubarkan parlemen adalah Negara dalam keadaan bahaya karena pecahnya perang
dengan Rusia, semenjak itu sampai Revolusi 1908 di bawah pimpinan Turki Muda,
Sultan Abdul Hamid memerintah sebagi seorang otokrat yang mempunyai dasar
konstitusi.
Salah
satu sebab dari kegagalan Usmani Muda dalam usaha mengadakan pembaharuan yang
effektif tentang sistem pemerintahan di kerajaan Usmani, terletak tidak adanya
golongan menengah yang berpendidikan lagi kuat ekonominya untuk
mendukungmereka. Ide konstitusi masih terlalu tinggi bagi rakyat kerajaan
Usmani di waktu itu, mereka belum mengerti apa artinya konstitusi dan
keuntungan apa yang akan mereka peroleh dari sistem pemerintahan
konstitusional. Maka konstitusi tiadakan bukan atas
desakan rakya. Tetapi atas desakan golongn kaum intelegensia. Dan ketika
perlemen di bubarkan, serta pimpinan-pimpinan Usmani ditangkap dan diasingkan,
rakyat tidak bergerak, bahkan mengambil sikap pasif.
Sebab lain terletak pada keyataan
bahwa sultan, sungguh pun piagam Gulhane dan piagam Humayun telah ada, masih
mempunyai kekuasaan yang besar. Tampa persetujuan konstitusi tidak aka nada
konstitusi yang kan banyak membatasi kekuasaan sultan sudah barang tentu tidak
akan mendapat kekuasaanya dengan kemauanya sendiri. Konstitusi 1876 M sebenarnya
lebih banyak bersifat anugrah dari sultan.
Sebab lain lagi ialah belum
berpengalamanya Usmani Muda dalam soal-soal konstitusi dan kaburnya ide
konstitusi , bagi pihak-pihak yang menginginkan konstitusi itu. Sebagai dilihat
Namik Kamal sendiri memakai istilah-istilah Islam dalam mengambarkan ide-ide
yang terkandung dalam paham konstitusi Barat. Sudah barang tentu bahwa
pengertian-pengertian yang dikandung istilah-istilah Islam berlainan dengan
pengertian istilah Barat.
Usmani
Muda berkeyakinan bahwa adanya konstitusi merupakan syarat mutlak bagi
lancarnya jalan pembeharuan di bidang-bidang lain dalam hidup kemasyarakatan
kerajaan Usmani. Hal inilah yang mendorong mereka untuk
berusaha membatasi kekuasaan absolute. Setelah parlemen di bubarkan mereka
berusaha menggulingkan Sultan Abdul Hamid.
Usaha
demikian umpamanya, di jalankan oleh Ali Sefkati (1838M-1878M) seorang pemimpin Usmani Muda yang paling terakhir
pulang dari Eropa dan selalu mengadkan pertemuan-pertemuan politik di rumahnya
di Istambul dalam pertemuan-pertemuan itu dilihatanya diperoleh kesimpulan
bahwa Sultan Abdul Hamidyang bersifat absolute itu, perlu dijatuhkan dan
digantikan dengan Murad V sebagi orang yang jauh lebih progresif dari Sultan. Usaha
yang dijelaskan Ali Suavi serta kelompoknya untuk membebaskan Murad V dari
tempat ia di tawan gagal, dan Ali Suavi di huum bunuh.
Usaha
lain untuk menggulingkan Sultan Abdul Hamid dan mengangat Murad V sebagai
sultan dijalankan oleh Ali Sefkati dan teman-temanya, tetapi juga gagal. Ia
ditangkap dan di penjarakan.
Kegagalan
Usmani Muda dalam mengadakan sistem pemerintahan konstitusional di kerajaan
Usmani dan dalam menjatuhkan sultan, membuat mereka bukan hanya tidak berhasil
dalam usaha pembaharuan, bahkan lebih dari itu, membuat mereka hilang dari
arena pembaharuan di kerajaan Usmani abad
kesembilan belas.
Sultan Abdul Hamid, sungguhpun
bersifat absolut, bukanlah sultan yang sama sekali tidak setuju dengan
pembaharuan. Di zaman pemerintahan absolutnya terjadi juga
pembaharuan-pembaharuan. Dalam lapangan pendidikan ia mendirikan
perguruan-perguruan tinggi, sekolah tinggi Hukum (1878M) sekolah tinggi ke
uangan (1878M), sekolah tinggi kesenian (1879M), sekolah tinggi dagang (1882M),
sekolah tinggi Tehnik (1888M), sekolah Dokter Hewan (1889M), sekolah tinggi
Polisi (1891M) Universitas Istabul juga dididrikan di zamannya, yaitu ditahun
1900 M.
Didalam bidang Hukum ia mendirikan
mahkama non-agama dan membentuk kementrian kehakim. Hukumdarat, pos dan
telegraf juga ia tingkatkan. Kalu sebelumnya di daerah Anatolia hanya terdapat
beberapa ratus kilometer jalan kereta api, pendambahan yang dibawanya meningkatkan
jumblah itu menjadi beberapa kilometer, di antaranya jalan kereta api antara
Madinah di Arabia dan Damsyik di Suria. Jaringan pos dan telegraf menghubungkan
hamper seluruh daerah dengan ibu kota Istambul.
Jumlah percetakan juga meningkat.
Kalu ditahun 1883 M terdapat 54 percetakan, di tahun 1908 M jumlah itu menaik
menjadi 99 keingginan membaca dikalangan rakyat bertambah. Jumblah buku yang
dicetak juga bertambah. Selama lima belas tahun pertama dari masa
pemerintahannya kurang lebih dari 4000 buku dicetak, seperempat diantaranya
dalam bidang ilmu pengetahuan, kurang lebih 1200 dalam bidang hukum, dan
lain-lain. Karena berbicara dan menulis tentang politik dilarang, maka orang
berpindah selainke bidang ilmu pengetahuan juga kebidang sastra. Sastra memperoleh
kemjuan di zaman Sultan Abdul Hamid. Dalam pada itu sensor terdapat surat kabar
dan hukum dijalankan dengan ketat.
D. Turki Muda
Sultan
Abdul Hamid setelah dibubarkannya Parlemen dan hancurnya gerakan Usmani Muda,
terus memerintah dengan kekuasaan yang lebih absolut. Kebebasan berbicara dan
menulis tidak ada. Dalam menentang lawan ia memakai kekerasan, sehingga ada
pengarang-pengarang yang memberi sifat tirani kepadanya. Yang menyokonh Sultan
dalam pemerintahan absolut dan kekerasan hanya beberapa pembesar-pembesar
Kerajaan Usmani.
Rasa
tidak senang timbul, bukan hanya di kalangan kaum intelegensia yang dipengaruhi
pemikiran liberal, tetapi juga di golongan pegawai sipil dan kemudian juga di
kalangan kaum militer. Bahkan di perguruan-perguruan tinggi rasa tidak senang
itu juga kelihatan meluap ke luar. Dalam kelas, guru bercerita tentang
pemuka-pemuka Usmani Muda dan ide-ide mereka. Murid merasa rindu ke zaman
Usmani Muda yang baru lalu dan dengan penuh perhatian membaca tulisan Namik
Kemal. Nyayi-nyanyian yang memuji Sultan mereka robah kata-katanya menjadi
kecaman. Guru-guru yang membawa ide-ide liberal, dipindahkan atau dipecat.
Dalam
suasana demikian timbullah gerakan-gerakan opposisi terhadap pemerintahan
absolut Sultan Abdul Hamid, sebagaimana halnya di masa lampau dengan Sultan
Abdul Aziz. Opposisi di kalangan Perguruan Tinggi, mengambil bentuk
perkumpulan-perkumpulan rahasia. Di kalangan intelegensia pemimpin-pemimpinnya
lari ke luar negeri dan dari sana melanjutkan opposisi mereka. Gerakan di
kalangan militer menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Opposisi yang
berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan Turki Muda.
Ide
perjuangan Turki Muda, antara lain dimajukan oleh tiga pemimpin, Ahmed Riza
(1859M-1931M), Mehmed Murad
(1853M-1912M), dan Pangeran Sabahuddin (1877M-1948M).
Referensi Penunjang Buku:
Ajid Thohir. 2009. Perkembangan Peradaban Di
Kawan Dunia Islam.
Jakarta:
Rajawali PERS.
Hamka. 1975. Sejarah Umat Islam Jilid III. Jakarta:
Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar