.....selamat datang di blog surnanto, semoga bermanfaat.....

Rabu, 28 Januari 2015

Pondok Pesantren Salafiah Rubath Al-muhibin Palembang


Eksistensi Pondok Pesantren Salafiah Pada Masa Modern
Studi Atas Pondok Pesantren Rubat Al-Muhibin Palembang
Disusun oleh: Surnanto (12420057)

Laporan Hasil Penelitian ke Pondok Pesantren Rubat Al-muhibin Palembang dan Menyelesaikan Tugas Akhir MK Sejarah Lisan
Dosen Pembimbing Dr. Nor Huda, M. A.


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Sejarah dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia khususnya di Sumbagsel begitu jarang dibicarakan dan diangkat dalam pengetahuan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. Seperti salah satu contoh dalam buku,  Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M. A. Sejarah Pendidikan Islam. Habullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hanya disebut secara umum bagaimana sejarah dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. Dalam buku lain seperti Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia hanya disebut beberapa nama madrasah saja secara sepintas. dan dalam buku Dr. Ismail, M. Ag. Madrasah dan Pergerakan Sosial Politik Di Keresidenan Palembang 1925 -1942 hanya disebut beberapa nama madrasah yang memiliki peran dalam perkembangan pendidikan di Sumbagsel. Padahal terdapat banyak fakta sejarah pendidikan Islam yang menakjubkan di wilayah ini, yang memiliki corak khas dalam penerapan tradisi pendidikan Islam di Sumbagsel.
Selain pendidikan madrasah, masih sangat jarang juga kita jumpai buku-buku ataupun tulisan-tulisan yang mengungkap bagaimana sejarah dan perkembang pondok pesantren di Indonesia khusunya di wilayah Sumbagsel. Padahal pesantren-pesantren di Sumbagsel memiliki peran yang sangat penting dalam  penyebaran pengetahuan ajaran Islam.
Pendidikan pesantren merupakan salah satu tradisi luhur dalam pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia. Namun, secara historis, kita hanya tahu sedikit tentang asal-usul lembaga ini. Bahkan kita tidak tahu kapan lembaga ini berdiri untuk pertama kali. Kita hanya bisa menduga bahwa kemunculan lembaga pesantren terkait dengan hak-hak istimewa yang dimiliki ulama pada masa kerajaan Islam.[1] Sedangkan secara pedagogis (bersifat mendidik), pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang bertujuan untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.[2]
Relevan dengan peran pondok pesantren pada zamannya, fungsi pondok pesantren dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sebagai lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan lembaga penyiaran agama. Dalam perspektif sosiologis, pondok pesantren meneguhkan dirinya untuk tetap melakukan akomodasi dan penyesuaian dalam menghadapi arus modernisasi dan globalisasi. Proses akomodasi dan penyesuaian itu dilakukan pesantren tanpa mengorbankan esensi (mendasar) dan hal-hal dasar lainnya dalam eksistensi pesantren. Hal ini relevan dengan sebuah diktum (ucapan) yang berbunyi; “Al-Mufadhah ‘ala al-qadim al-shalih wa jaded al-ashlah” artinya, melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik.[3]
            Di tengah arus perkembangan pesantren modern di Sumbagsel, saya melihat hal yang unik dan patut untuk di angkat menjadi suatu tulisan dari salah satu pondok pesantren yang berkembang di Sumbagsel khususnya di kota Palembang, yaitu pondok pesantren Rubath Al-muhibin Palembang. Ponpes Rubath Al-muhibin merupakan pesatren yang memiliki hal yang berbeda dari pondok pesantren yang terus tumbuh dan berkembang di Sumbagsel, yaitu dengan memurnikan ajaran pondok pesantren salafiah sepenuhnya.
Berdasarkan tinjauan dan wawancara saya ke beberapa sumber pondok pesantren tersebut, pesantren ini merupakan pesantren yang masih memegang teguh pendidikan “kitab kuning” sebagai sumber utama dalam proses belajar dan mengajar, berbeda dengan pondok pesantren salafiah pada umumnya. Jika. Melihat perkembangan pondok pesantren salafiah di Sumbagsel seperti pondok pesantren Seribandung di Ogan Ilir (OI), pondok pesantren Nurul Iman Ujung Tanjung di Banyuasin III, dan lain-lainnya. Beberapa pondok pesantren salafiah tersebut sudah menambah dan mengkombinasikan antara pelajaran kitab kuning dan pelajaran umum dalam kurikulumnya.
Sistem pendidikan pondok pesantren Rubat Al-muhibin. para santri hanya dibagikan berdasarkan kelompok tingkatan (tamhidi, tsanawiyah, aliyah) dengan metode mengajar halaqoh,[4] dan masjid sebagai sentral utama kegiatan beajar dan mengajar. Dengan alasan inilah saya tertarik untuk menggali informasi lebih jauh tentang sejarah dan perkembangannya ponpes Rubath Al-muhibin Palembang. Tetapi, saya mohon maaf jika didalam laporan ini masih terdapat kesalahan, baik itu dari segi tata bahasa, analisis, penulisan, informasi maupun metode penelitian. Saya akan menerima apapun bentuk saran dan kritik demi kemajuan laporan ini.

B. Rumusan Masalah.
  1. Pengertian pondok pesantren salafiah.
  2. Biografi dan sepak terjang dakwah Habib Umar Abdul Aziz bin Abdurrahman.
  3. Pondok pesantren Rubath Al-muhibin Palembang. 
C. Manfaat
            Semoga bagi yang menulis dan membaca laporan hasil penelitian ini mampu mengetahui dan memahami:
  1. Mengetahui dan memahami pondok pesantren salafiah.
  2. Mengetahui latar belakang tokoh Habib Umar bin Abdul Aziz.
  3. Mengetahui latar belakang berdiri dan berkembangnya pondok pesantren Rubath Al-muhibin.
  4. Mengetahui sistem pendidikan yang terapkan di pondok pesantren Rubath Al-muhibin
D. Tujuan
Dengan adanya tulisan yang berjudul Eksistensi Pondok Pesantren Salafiah Pada Masa Modern Studi Atas Pondok Pesantren Rubat Al-Muhibin Palembang kita mampu mengetahui, memahami dan mengerti hakikatnya pondok pesantren salafiah dan bagaimana proses pondok pesantren itu bisa tetap berkembang, sehingga masih mempertahankan tradisi tradisional ditengah kemodern-an dan berkembangnya arus sistem pendidikan modern atau sistem pendidikan kontemporer.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pondok Pesantren Salafiah.
Pondok Pesantren Salaf, salafi atau salafiyah adalah tipe pondok pesantren tradisional di Indonesia. Kebalikan dari pesantren salaf adalah ponpes kholaf atau ashriyah (ponpes modern). Istilah salaf di sini tidak ada hubungannya dengan gerakan pembaruan Islam garis keras Wahabi yang kerap disebut dengan gerakan Wahabi Salafi.[5]
Kata salaf berarti dari bahasa Arab سلف   secara literal bermakna yang dulu atau yang sudah lewat. Dalam pengertian istilah pesantren di Indonesia, salaf berkonotasi pada sebuah pesantren tradisional yang menganut sistem pendidikan kuno yaitu sistem wetonan, bandongan dan sorogan. Beberapa ciri khas dari pesantren salaf adalah:
  1. Adanya penekanan pada penguasaan kitab klasik atau kitab kuning (kutub atturats - كتب التراث ) yang sering disebut dengan kitab gundul atau kitab kuning.
  2. Masih diberlakukannya sistem pengajian sorogan, dan wetonan, bandongan dalam proses egiatan belajar mengajar santri.
  3. Saat ini walaupun pesantren salaf memperkenalkan sistem jenjang kelas disebut juga dengan sistem klasikal. Namun, materi pelajaran tetap berfokus pada kitab-kitab kuning atau disebut kitab klasik.
  4. Umumnya hubungan emosional kiai dan santri di pesantren salaf jauh lebih dekat dibanding pesantren modern. Hal ini karena kiai menjadi figur sentral: sebagai edukator karakter, pembimbing rohani dan pengajar ilmu agama.
  5. Materi pelajaran umum seperti matematika atau ilmu sosial tidak atau sangat sedikit diajarkan di pondok salaf.
  6. Pondok Pesantren salaf yang murni tidak memiliki lembaga pendidikan formal SD/MI, MTS/SMP, SMA/MA. Apalagi perguruan tinggi yang kurikulumnya berada di bawah pemerintah via Kemdiknas/Diknas atau Kemenag/Depag. Kalau ada sekolah dengan jenjang MI, MTS dan MA biasanya memakai kurikulum sendiri. Sekolah semacam ini disebut dengan madrasah diniyah.
  7. Pondok pesantren salaf umumnya dipimpin oleh kiai yang secara kultural berafiliasi  (mempunyai hubungan) ke organisasi NU (Nahdlatul Ulama) walaupun tidak otomatis ada keterikatan secara organisasi. Yang pasti tidak se-ide dengan kalangan Muhammadiyah atau Wahabi.
  8. Biaya pendidikan di pesantren salaf relatif murah. Dan jauh lebih murah dibanding pesantren modern. Tidak ada sistem daftar ulang. Dan tidak ada sistem seleksi. Semua santri yang ingin masuk ke pesantren salaf umumnya langsung diterima. Ini berbeda dengan pesantren modern.
  9. Akhlak yang santun. Pesantren salaf menekankan pada perilaku yang sopan dan santun terutama dalam berinteraksi dengan guru, orang tua dan masyarakat dan antara sesama santri.
  10. Pondok pesantren salaf sebagai lembaga pendidikan memiliki karakteristik atau ciri khas, yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya. Sarijo dalam Sejarah Pesantren. mengatakan bahwa, pesantren memiliki unsur-unsur minimal:
    1. kiai yang mendidik dan mengajar;
    2. santri yang belajar; dan
    3. masjid.
Mujamil Qomar, menganalisa bahwa, tiga unsur pesantren ini mewarnai pesantren pada awal berdirinya atau bagi pesantren-pesantren kecil yang belum mampu mengembangkan fasilitasnya. Lebih lanjut Mujammil mengatakan, unsur pesantren dalam bentuk segitiga tersebut mendeskripsikan kegiatan belajar mengajar keislaman yang sederhana. Kemudian pesantren mengembangkan fasilitas-fasilitas belajarnya sebab tuntutan perubahan sistem pendidikan sangat mendesak serta bertambahnya santri yang belajar dari kabupaten atau kota serta propinsi lain, yang membutuhkan tempat tinggal. Berkenaan dengan hal tersebut, Zamakhsyari Dhofier, mengatakan, ada lima unsur pondok pesantren yang melekat atas dirinya yang meliputi: masjid, pondok, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan kiai.
  1. Santri mukim, Santri mukim yaitu santri yang menetap, tinggal bersama kiai dan secara aktif menuntut ilmu dari seorang kiai. Dapat juga sebagai pengurus pesantren yang ikut bertanggung jawab atas keberadaan santri lain. Menurut Nurcholis Madjid, santri mukim ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren.
    Menurut Zamakhsyari, ada dua motif seorang santri menetap sebagai santri mukim, yaitu: pertama, motif menuntut ilmu. Artinya, santri itu datang dengan maksud menuntut ilmu dari kiainya. Kedua, Motif menjunjung tinggi akhlak. Artinya, seorang santri belajar secara tidak langsung agar santri tersebut setelah di pesantren akan memiliki akhlak terpuji sesuai dengan akhlak kiainya.[6]
Jadi, Pesantren salafi, yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik, dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model pengajarannya pun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf, yaitu sorogan dan weton. Sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa orang santri kepada kiainya untuk diajarkan kitab-kitab tertentu. Sedangkan weton adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari kiai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu, maupun lebih-lebih kitabnya.[7]
Sedangkan istilah salaf ini bagi kalangan pesantren mengacu kepada pengertian “pesantren tradisional” yang justru sarat dengan pandangan dunia dan praktek islam sebagai warisan sejarah, khususnya dalam bidang syari’ah dan tasawuf.[8]
 
B. Biografi Dan Sepak Terjang Dakwah Habib Umar Abdul Aziz bin Abdurrahman.
            Habib Umar begitulah sapahan masyarakat umum kepada habib yang murah senyum tersebut, beliau adalah seorang pemuka habaib, alim ulama, tokoh masyarakat Sumatera Selatan. Nama lengkapnya ialah Habib Umar Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Shihab. Ia dilahirkan di 8 Ulu Palembang, sekitar tahun 1959 M.
Habib Umar merupakan pendiri pondok pesantren salafiah Rubat
Al-Muhibin dan memiliki wawasan ilmu yang luas tentang Islam. Pendidikan pertamanya dimulai dalam keluarganya sendiri yang agamis, dibawah asuhan ayahnya Abdurrahman. Abdurrahman ayahnya, bukanlah seorang ulama’ ataupun seorang habaib. Namun, ayah beliau begitu taat dalam beribadah dan dekat dengan para ulama-ulama serta habaib-habaib pada saat itu. Selain mendapatkan pendidikan non-formal, habib Umar melanjutkan pendidikan Islamnya secara formal di pondok pesantren Ar-riyad di 13 Ulu Palembang sekitar tahun 1974 M. dan beliau merupakan salah satu santri pertama yang memondok di pesantren
Ar-riyad.[9]
            Setelah menempuh beberapa tahun di pondok pesantren Ar-riyad. Sekitar tahun 1978 M, habib Umar melanjutkan jenjang pendidikannya ke Rusaifa di Mekkah. Di Rusaifa beliau bermukim dan belajar sekitar 8 tahun bersama seorang ulama’ hadits yang begitu terkemuka yang bernama Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki. Sayyid Muhammad merupakan ulama’ hadits bermazhab Maliki dan memiliki garis keturunan sampai ke Rosulullah SAW. Di tempat belajar Sayyid Muhammad tersebut begitu banyak orang-orang Indonesia yang belajar dan bermukim di sana termasuk habib Umar. Walaupun Sayyid Muhammad bermadzhab Maliki namun ketika Sayyid Muhammad tahu orang-orang Indonesia yang belajar kepadanya ialah bermazhab Syafi’i. Maka,  beliau mendatangkan ulama’ yang paham akan mazhab Syafi’i dari Mekkah, untuk mengajarkan para murid-muridnya termasuk habib Umar Abdul Aziz tentang pemahaman madzhab Syafi’i. walaupun murid-murid Sayyid Muhammad tersebut masih diberikan pelajaran madzhab maliki. Namun, itu hanya sebatas wawasan atau penambah ilmu pengetahuan untuk murid-muridnya.
            Pada tahun 1986 M, Setelah habib Umar menuntut ilmu di Rusaifa Mekkah, dengan menguasai berbagai ilmu pengetahuan Islam yang luas. Ia kembali ke Indonesia dengan membawa ilmu yang telah dipelajarinya. Namun, diantara berbagai ilmu yang dikuasai oleh habib Umar, beliau sangat menguawasai ilmu hadits dan shiroh. Dan mulai berdagang dan berdakwah, pada tahun 2000 M beliau mulai melebarkan sayap dakwahnya ke bidang pendidikan dengan mendirikan pondok pesantren yang bernama pondok pesantrean Rubath Almuhibin di Palembang. Selain itu, sebagian masyarakat Palembang habib Umar terkenal dalam ilmu faraidnya (pembagian warisan) dan dengan izin Allah SWT beliau juga Insya Allah mampu menyembuhkan penyakit yang diderita oleh seseorang.[10]
Habib Umar Abdul Aziz bin Abdurrhaman menguasai salah satu tarekat yang telah pelajarinya di Mekkah. Yaitu tarekat Alawiyyin, tarekat Alawiyyin sama hal-nya dengan tarekat-tarekat ahli sunnah wal-jama’ah lainnya seperti tarekat Naqsabandiyah, tarekat Qadiriyah, dan tarekat Samaniyah. Namun, tarekat Alawiyin ini memiliki cara zikir dengan gerakan tertentu dan menghidupkan kembali sunah Rosulullah SAW. Namun, yang lebih ditekankan dan lebih difokuskan oleh tarekat Alawiyyin, yaitu tentang tabiat Sunnah Rosulullah SAW (ketentuan dan ketetapan Sunah Rosulullah) dan masalah tarbiyah hati (pendidikan hati,  kebersihan hati dan kesungguhan hati).[11]

C. Pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
Pondok pesantren Rubath Al-muhibin didirikan di Palembang pada tahun 2000 M oleh seorang habaib yang bernama Umar Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Shihab atau sering disapa dengan habib Umar. Ponpes Rubat Al-muhibin dibangun diatas tanah seluas 2 hektar yang berada di Jl. Lebak Murni Kec. Sako Palembang. Terdiri dari santriwan dan santriwati dengan lokasi yang berbeda, dan dibatasi tembok yang tinggi sehingga tidak ada hubungan komunikasi sedikitpun antara santriwan dan santriwati. Tujuan berdirinya ponpes Rubath Al-muhibin ini adalah untuk mencetak generasi ulama-ulama yang siap untuk menyebarkan dakwah ditengah masyarakat.
Saat pertama kali ponpes Rubath Al-muhibin dibangun oleh habib Umar, santri pada tahun 2001 ada sebanyak 12 santriwan.[12] Santriwati belum ada saat pertama kali ponpes ini berdiri. Karena santriwati ponpes Rubath Al-muhibin Palembang baru ada sekitar tahun 2004 M.[13] dan tahun 2011 sudah mencapai lebih dari 200 santri putra dan putri sampai saat ini.[14]
Menurut keterangan dari ustadz Syukri[15], Saat pertama kali dan perkembangan awal pondok pesantren Rubath Al-Muhibin dibangun, ponpes ini benar-benar dibangun dari titik nol dan penuh perjuangan:
“Pondok pesantren Rubat Al-muhibin benar-benar dibangun dari titik nol oleh habib Umar dengan dibantu dukungan dari keluarga maupun masyarakat sekitar. mertuanya yaitu habib Abdullah Al-khaf. beliau sangat setuju dengan niat habib Umar untuk mendirikan ponpes Rubat Al-muhibin sampai-sampai habib Abdullah Al-khaf menjual rukonya untuk membantu habib Umar membeli tanah di Jl. Lebak Murni Kec. Sako Palembang dengan luas 2 hektar. Selain itu juga masyarakat sekitar ikut berpartisipasi secara tenaga dalam pembangunan awal ponpes Rubath Al-muhibin dengan bergotong royong membangun fasilitas seperti Masjid yang berada dikomplek ponpes Rubath Al-muhibin. Bila melihat konsidi sekitar saat pertama kali dibangun ponpes ini masih daerah perkebunan, jalan akses ke pondok pesantren Rubat Al-muhibin masih dalam katagori memperhatinkan dengan tanah becek diruas jalan dan genangan air dibadan jalan sehingga akses menuju ponpes susah dialui saat menuju ke pondok pesantren Rubat Al-muhibin, gambaran kondisi jalan tersebut saat ini pun masih sedikit bisa dirasakan. Selain itu, air bersih untuk kegitaan sehari-hari santri masih memanfaatkan sumur karena air bersih atau PAM belum masuk dan sampai listrik pun masih belum ada pada saat saat pembangunan awal ponpes Rubath Al-muhibin ini.”[16]
Dalam beberapa tahun terakhir ini, seperti pada akhir tahun 2014 M, ponpes Rubath Al-muhibin mulai mendapatkan berbagai donatur untuk tahap membangun berbagai gedung. Seperti gedung kelas ataupun fasilitas lainnya. Walaupun donator-donator tersebut tidak tetap dalam memberikan dana, baik dari segi ketepatan waktu ataupun nominal. Menurut ustadz Sukri, hal tersebut sudah lebih dari cukup.[17]
Saat penerimaan santri baru dilaksanakan tidak seperti pondok pesantren pada umumnya yang mengikuti aturan pemerintah dalam menentukan pemulaan pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar ataupun kegiatan akademik. Sedangan ponpes Rubath Al-muhibin memiliki ketentuan tersendiri dan managemen sendiri.
Pengurus ponpes Rubath Al-muhibin, melaksanakan penerimaan santri baru tersebut sesuai dengan kalender Islam, yaitu awal bulan Syawal. Dengan membatasi kuota santri yang diterima diponpes Rubath Al-muhibin sekitar 30-35 santriwan dan santriwati pertahun, pembatasan kuota tersebut bukan tidak ada sebabnya. Faktor fasilitias baik asrama ataupun kelas yang tidak memadai membuat Rubath Al-muhibin tidak bisa menampung lebih banyak santri setiap tahunnya. Selain itu juga, syarat masuk ponpes Rubath Al-muhibin memiliki dua syarat utama. Pertama, santri sudah bisa membaca Al-qur’an, jika calon santri tidak mampu untuk membaca Al-qur’an atau masih dalam katagori iqro’ maka sudah dipastikan calon santri tersebut tidak akan bisa diterima di ponpes Rubath Al-muhibin. Kedua, calon santri baru harus siap dan mampu untuk hidup mandiri, karena saat calon santri diterima di ponpes Rubath Al-muhibin, santri wajib bermukim atau menginap di ponpes Rubath Al-muhibin.[18]
Ketika para santri-santri di pondok pesantren modern ataupun salafiah modern lulus dengan batasan waktu seperti Ibtidaiyah 6 tahun, melanjutkan Tsanawiyah 3 tahun, dan Aliyah 3 tahun. Setelah itu santri mendapatkan ijazah dan bisa melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi atau langsung bekerja di perusahan-perusahan, instansi-instansi maupun industri-industri. Sedangankan, para santri-santri ponpes Rubath Al-muhibin tidak diajarkan untuk mengejar Ijazah atau hal lainnya. Mereka dididik di ponpes Rubath Al-muhibin murni benar-benar untuk mencari ilmu dan mengamalkan ilmu, setelah itu menyebarkan dan mempraktikkan ilmu tersebut ke masyarakat. Dengan kata lain, ponpes ini menciptakan kader-kader ulama yang siap menyebarkan ajaran Islam dikalangan masyarakat. Seperti yang diungkapan oleh ustadz Sukri:
“Tidak ada ijazah resmi jika para santri sudah selesai tamat dari pondok pesantren Rubath Al-muhibin ini. Mereka hanya diberikan Ijazah yang dibuat oleh pengurus pondok pesantren Rubath Al-muhibin saja (surat keterangan), bahwa mereka telah selesai atau lulus mengikuti pendidikan dan pengabdian di pondok pesantren Rubath Al-muhibin. Di ponpes ini mereka hanya dididik untuk mencari ilmu-ilmu Islam dan mengamalkan ilmu tersebut seperti syariat Islam, Akhlak, ataupun ilmu alat (tausiah, khubat, dll). Tanpa mengharapkan Ijazah resmi dari pemerintah. Karena di ponpes Rubath Al-muhibin ini diajarkan pelajaran pondok saja tidak mata pelajaran umum. Seperti Biologi, Fisika, Matematika, Kimia, atau ilmu lainnya, mata pelajaran tersebut tidak dipelajari di pondok pesantren Rubath Al-muhibin.”[19]
           
            Saat semua orang mengharapkan bisa mempunyai atau memiliki Ijazah untuk melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya atau bekerja. Dengan niat untuk menyebarkan syiar Allah SWT, pondok pesantren Rubath Al-muhibin memiliki niat untuk mencetak generasi-generasi ulama yang nantinya mampu menyebarkan ilmu keislaman di tengah masyarakat maupun daerah-daerah Sumbagsel seperti Jalur (Banyuasin III) maupun daerah lainnya.[20]
Ijazah resmi sempat digunakan sekitar tahun 2011 M atau 2012 M, dengan mengikuti ujian peserta Ijazah paket C. Namun, program tersebut pakum karena santri harus belajar pelajaran umum dan pelajaran pondok pada waktu yang bersamaan. Karena takutnya santri tidak fokus lagi kepelajaran pondok, maka program itu dihentikan.[21]
            Sistem pendidikan di pondok pesantren Rubath Al-muhibin Palembang. Metode yang diterapkan kepada santri-santri, yaitu menggunakan metode holaqoh.[22] Metode holaqoh menurut Muljono Damopoli ialah suatu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang ustadz atau kiai dengan cara duduk dihadapan santrinya sambil membacakan materi kitab. Dengan duduk dalam bentuk setengah lingkaran dan bersaf-saf yang ustadz senantiasa berusaha membacakan isi kitab, kata per-kata atau kalimat per-kalimat lalu menerangkannya dalam bahasa arab atau bahasa tertentu lainnya.[23]
            Dalam penerapan kurikulum kepada para santri-santri. Pengurus ponpes Rubath Al-muhibin menggunakan kurikulum tersendiri, kurikulum yang diterapkan, yaitu ta’lim (belajar), ibadah, dan dakwah. Tiga hal tersebut dijadikan pondasi dasar dalam menerapkan metode pembelajaran di ponpes Rubath Al-muhibin. Santri mencari ilmu dengan cara ta’lim (belajar), ketika santri mendapatkan ilmu, maka santri mengamalkan ilmu tersebut dengan ibadah, dan setelah itu santri menyampaikan ilmunya dengan dakwah.[24]
Ta’lim, ibadah, dan dakwah merupakan kunci pelaksanaan metode belajar dan penerapan dalam proses belajar dan mengajar di ponpes”

Kegiatan santri dimulai sebelum azan subuh berkumandang, santri diwajibkan untuk melaksanakan wirid dan zikir bersama didalam masjid. Jika waktu subuh tiba santri melaksanakan pengajian kitab dasar yang tidak terlalu berat atau susah[25] yang bisa diterima seluruh santri. Kegiatan tersebut berlangsung  sampai matahari terbit.
Setelah matahari terbit, santri pulang keasrama, untuk melakukan kegiatan mandi dan makan pagi. Ketika jam menunjukkan pukul 08.00 WIB, santri sudah harus diwajibkan untuk kumpul di lapangan, untuk melaksanakan apel pagi, disaat apel santri diberikan arahan dan pengumuman. Setelah apel pagi selesai, santri bubar dengan rapi menuju menuju masjid, dan ketika santri sudah berkumpul didalam masjid, santri mulai duduk halaqoh sesuai degan tingkatan ilmu yang dimiliki santri, kegiatan tersebut berlangsung sampai sebelum datangnya azan zhuhur atau sekitar 30 menit sebelum datangnya azan.[26] Setelah itu santri mempersiapkan dirinya kembali untuk salat zhuhur berjamaah.
            Santri diwajibkan berkumpul kembali didalam masjid sekitar kurang lebih 15 menit untuk melaksanakan wirid dan zikir bersama serta salat zhuhur berjamaah. setelah melaksanakan salat berjamaah. Santri dipersilahakan untuk melaksanakan aktivitasnya masing-masing. Seperti,  beristirahat, mencuci baju, ataupun kegiatan lainnya.
Ketika sebelum datngnya salat ashar, santri diperingatkan untuk bersiap-siap untuk melaksanakan zikir dan wirid didalam masjid serta salat ashar berjamaah. Setelah para santri selesai melaksanakan salat ashar, santri melaksanakan roha (pengajian yang umum) sekitar 45 menit dengan hari yang telah ditentukan. Setelah itu santri dipersilahkan untuk melaksanakan aktivitasnya masing-masing. Dan menjelang magrib, santri diwajibkan kumpul dimasjid kembali untuk melaksanakan wirid dan zikir serta salat magrib berjamaah. Setelah salat magrib, santri di berikan kesempatan untuk menghafal Al-qur’an di masjid sampai waktu Isya.
Sebelum menjelang salat Isya santri kembali wirid dan zikir serta  melaksanakan salat Isya berjamaah, setelah santri-santri melaksanakan salat Isya berjamaah. Mareka dipersilahakan untuk istirahat diasrama masing-masing. Karena waktu tengah malam atau sepertiga malam, santri di himbau untuk melaksanakan dan menegakkan solat malam berjamaah.[27]
Kegiatan atau aktivitas itu berlangsung setiap hari kecuali pada hari yang tertentu dengan kegiatan yang tertentu juga. Seperti hari Senin Selasa Rabu Kamis (kegiatan pondok umunya), Jumat (libur), Sabtu (kegiatan pondok pada umunya), Minggu (libur tetapi santri diwajibkan setoran hafalan Al-qur’an).
            Diantara kitab yang dipelajari di ponpes Rubath Al-muhibin, yaitu Nahwu dan Shorof (seperti: Mukhtasr jiddan, Kailani, Amsila Tasyrif, Matan Jurumiah, dan Matan Bina’), Hadits (seperti: Riadhus Sholihin dan Bulughul Marom), Fiqih (seperti: Fathul Mu’in, Fathul Qorib, dan Taqrib), Tafsir (seperti: Tafsir Showi), Ushul Fiqh (seperti: Al-bayan dan Al-waraqat).
            Untuk akhir tahun 2014 M, ponpes Rubath Al-muhibin, terus melaksanakan pembangunan gedung sekolah atau fasilitas lainnya, untuk menunjang kemajuan ataupun meningkatkan daya tampung santri-santri ponpes Rubath Al-muhibin.
 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Pondok pesantren Rubath Al-muhibin merupakan salah satu pondok pesantren yang menerapkan sistem salafiah murni ditengah arusnya kemodernan sampai sekarang ini. Tigal hal dasar yang diterapkan habib dan para ustadz ponpes Rubath Al-muhibin dalam sistem belajar dan mengajar, diantaranya; ta’lim (belajar), ibadah, dan dakwah. Ponpes Rubath Al-muhibin didirikan pada tahun 2000 M oleh habib Umar Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Shihab di Jl. Lebak Murni Kec. Sako Palembang, yang terdiri dari santriwan dan santriwati.
            Ponpes Rubath Almuhibin saat awal berdiri hanya mempunyai 12 santri putra yang memondok di ponpes ini, karena pada saat itu belum dibangun ponpes santriwati, pada tahun 2004 M habib Umar mulai mendirikan ponpes santriwati. setelah berjalannya sampai tahun akhir 2014 M, ponpes Rubath Al-muhibin telah memiliki santri kurang lebih 200 orang yang terdiri dari santriwan dan santriwati. Santriwan dan santriwati memiliki tempat yang berbeda dalam melaksanakan kegiatan aktivitasnya.
Diantara kitab yang dipelajari di ponpes Rubath Al-muhibin, yaitu Nahwu dan Shorof (seperti: Mukhtasr jiddan, Kailani, Amsila Tasyrif, Matan Jurumiah, dan Matan Bina’), Hadits (seperti: Riadhus Sholihin dan Bulughul Marom), Fiqih (seperti: Fathul Mu’in, Fathul Qorib, dan Taqrib), Tafsir (seperti: Tafsir Showi), Ushul Fiqh (seperti: Al-bayan dan Al-waraqat).


Lampiran I    :
BIODATA NARASUMBER
1.             NARASUMBER PERTAMA
Nama     : Syukri
Jabatan   : Wakil Ketua Bagian Pendidikan
Status     :Sudah Menikah
Umur     : + 39 Tahun
No. Hp.  :081995151812

 2. NARASUMBER KEDUA
Nama     : Azwan
Jabatan   : tenaga pengajar atau ustadz.
Status     :Sudah Menikah
Umur     : + 37 Tahun
No. Hp.  :081532716055

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Huda Nor. 2013. Islam Nusantara. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Zainuddin  Hendra & Tuwah Muhammad. 2013 Sejarah Forum Pondok Pesantren
            Sumatera Selatan (FORPESS)
. Yogyakarta: Forpess bekerja sama dengan
            Ar-Ruzza Media.

Website:
http://www.wahidah01.blogspot.com./2009/04/halaqoh-suatu-sistem-pembelajaran.html


[1]Nor Huda, Islam Nusantara, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2013) hal. 377.
[2]Hendra Zainuddin dan Muhammad Tuwah, Sejarah Forum Pondok Pesantren Sumatera Selatan (FORPESS), (Yogyakarta: Forpess bekerja sama dengan Ar-Ruzza Media, 2013), hal. 27.
[3]Ibid.
[4]santri membuat beberapa lingkaran dengan duduk lesahan dan dipimpin oleh ustadz ditengah-tengahnya sebagai guru mereka
[5]http://www.alkhoirot.net/2011/09/pondok-pesantren-salaf.html Diakses pada hari Rabu, 17 Desember 2014 Pukul 23:37 WIB di Palembang.
[6]http://www.alkhoirot.net/2011/09/pondok-pesantren-salaf.html Diakses pada hari Rabu, 17 Desember 2014 Pukul 23:37 WIB di Palembang.
[7]http://wwwmakalahpendidikan-irfawaldi.blogspot.com/2012/04/pesantren-salafiyah-dan-pesantren.html Diakses pada hari Rabu, 17 Desember 2014 Pukul 23:40 WIB di Palembang.
[8] Ibid.
[9]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[10]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[11]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[12]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[13]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang. Informasi lebih lanjut tentang santriwati ustadz Sukri kurang memahami.
[14]http://www.skuglobalpost.com/2011/10/pondok-pesantren-rubath-al-muhibbien.html Diakses pada hari Senin, 15 Desember 2014, pukul 22:10 WIB.
[15]Ustadz Sukri merupakan wakil pengurus yayasan ponpes Rubath Al-muhibin dalam menjalankan ataupun bertanggung jawab atas pondok pesantren Rubath Al-muhibin Palembang.
[16]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[17]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[18]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[19]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[20] Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[21]Wawancara dengan ustadz Azwan pada tanggal 11 Desember 2014 Pukul 17:30 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[22]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[23]wahidah01.blogspot.com./2009/04/halaqoh-suatu-sistem-pembelajaran.html Diakses pada hari Kamis, 25 Desember 2014, pukul 15:14 WIB.
[24]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[25]Berat dimaksudkan dalam pengkajian kitab tersebut tidak terlalu sulit atau mudah dipahami.
[26]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.
[27]Wawancara dengan ustadz Syukri pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 08:43 WIB
di pondok pesantren Rubat Al-muhibin Palembang.